Sabtu, 01 November 2014

Nama Baptis Itu...

Antara Aku dan Nama Baptisku
Nama baptis sebagai panggilan personal dalam hidup beriman

Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus..kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus….milik Kristus…keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah (Gal 3: 27-29)

Tanggal 11 Desember 1988 adalah tanggal pembaptisanku, satu bulan lebih lima hari setelah kelahiranku. Ketika membaca buku “The Power of The Sacrament” tentang Sakramen Baptis, sesuatu yang menggelitik dalam hatiku adalah “masih kecil ya aku kala itu, umur satu bulan.” Anak umur satu bulan, apa yang bisa dilakukannya? Itu kesan awalnya. Refleksiku berikutnya tidak lagi memikirkan eksistensiku di hadapan Allah sebagai pribadi yang bisa memilih imannya sendiri. Aku yakin bahwa kedua orang tuaku memilih yang terbaik karena mereka sudah mengalami rahmat lebih dulu daripada aku. Refleksiku berangkat dari pertanyaan Sr. Briege McKenna, bagaimana aku menghidupkan kembali rahmat baptisanku?
Kira-kira sewaktu SMP, Aku pernah bertanya kepada ayahku, mengapa beliau memilih nama “Ambrosius” untuk diriku. Jawabannya klasik, “supaya kamu punya hidup seperti dia, seorang uskup dan pujangga Gereja”. Dialog ini menjadi lebih menarik karena kala itu aku tidak tahu siapa Ambrosius, terdengar tidak seperti orang yang terkenal, tidak populer seperti murid Yesus, dan kisahnya cukup singkat dalam kisah-kisah orang kudus. Ya, ejek-ejekkan nama baptis waktu itu berdasar dari kisahnya. Kalau pendek berarti tidak populer.
Antara aku dan nama baptiku. Bagiku, nama baptis memberikan daya padaku untuk menjadi orang beriman yang baik. “diangkat menjadi anak Allah” konkret aku rasakan dengan nama Baptisku. Mungkin jawaban ayahku terkesan klasik tetapi aku merasakan kerinduan yang sama. Dapatkah aku menjadi pribadi yang setia pada Allah seperti santo pelindungku? Sampai sekarang aku meyakini bahwa Ambrosius adalah pribadi yang menerima siapa saja dan memberikan damai bagi siapa saja (permenungan atas perjumpaan St. Agustinus dan St. Ambrosius).

Memelihara rahmat baptisan, bagiku, juga berarti terus menggali dan mencari semangat hidup Kristiani. Dan, aku mulai dengan bekal dari orang tuaku, suatu tanda konkret yang diberikannya sebagai orang Katolik, yaitu nama baptisku. Aku senantiasa menyertakan St. Ambrosius dalam doa dan minta bantuan daripadanya. Nama itu adalah tanda yang selalu mengingatkan bahwa aku dipanggil secara personal oleh-Nya