Antara
Aku dan Nama Baptisku
Nama baptis sebagai panggilan
personal dalam hidup beriman
Karena kamu semua, yang
dibaptis
dalam Kristus, telah mengenakan Kristus..kamu semua adalah satu di dalam
Kristus Yesus….milik Kristus…keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah
(Gal 3: 27-29)
Tanggal 11 Desember
1988 adalah tanggal pembaptisanku, satu bulan lebih lima hari setelah
kelahiranku. Ketika membaca buku “The Power of The Sacrament” tentang Sakramen
Baptis, sesuatu yang menggelitik dalam hatiku adalah “masih kecil ya aku kala itu, umur satu bulan.” Anak umur satu
bulan, apa yang bisa dilakukannya? Itu
kesan awalnya. Refleksiku berikutnya tidak
lagi memikirkan eksistensiku di hadapan Allah sebagai pribadi yang bisa memilih
imannya sendiri. Aku yakin bahwa kedua orang tuaku memilih yang terbaik karena
mereka sudah mengalami rahmat lebih dulu daripada aku. Refleksiku berangkat
dari pertanyaan Sr. Briege McKenna,
bagaimana aku menghidupkan kembali rahmat baptisanku?
Kira-kira sewaktu SMP,
Aku pernah bertanya kepada ayahku, mengapa beliau memilih nama “Ambrosius”
untuk diriku. Jawabannya klasik, “supaya kamu punya hidup seperti dia, seorang
uskup dan pujangga Gereja”. Dialog ini menjadi lebih menarik karena kala itu
aku tidak tahu siapa Ambrosius, terdengar tidak seperti orang yang terkenal,
tidak populer seperti murid Yesus, dan kisahnya cukup singkat dalam kisah-kisah
orang kudus. Ya, ejek-ejekkan nama baptis waktu itu berdasar dari kisahnya.
Kalau pendek berarti tidak populer.
Antara aku dan nama
baptiku. Bagiku, nama baptis memberikan daya padaku untuk menjadi orang beriman
yang baik. “diangkat menjadi anak Allah” konkret aku rasakan dengan nama
Baptisku. Mungkin jawaban ayahku terkesan klasik tetapi aku merasakan kerinduan
yang sama. Dapatkah aku menjadi pribadi yang setia pada Allah seperti santo
pelindungku? Sampai sekarang aku meyakini bahwa Ambrosius adalah pribadi yang
menerima siapa saja dan memberikan damai bagi siapa saja (permenungan atas
perjumpaan St. Agustinus dan St. Ambrosius).
Memelihara rahmat
baptisan, bagiku, juga berarti terus menggali dan mencari semangat hidup
Kristiani. Dan, aku mulai dengan bekal dari orang tuaku, suatu tanda konkret
yang diberikannya sebagai orang Katolik, yaitu nama baptisku. Aku senantiasa
menyertakan St. Ambrosius dalam doa dan minta bantuan daripadanya. Nama itu
adalah tanda yang selalu mengingatkan bahwa aku dipanggil secara personal
oleh-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar