Rabu, 27 Mei 2015

Mazmur 50

Ibadah yang Sejati
Mazmur 50


Mazmur Asaf.
Yang Mahakuasa, Tuhan Allah, berfirman dan memanggil bumi
            Dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya
2Dari Sion, puncak keindahan
            Allah tampil bersinar
3Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri
            Di hadapan-Nya api menjilat, sekelilingnya bertiup badai yang dahsyat
4Ia berseru kepada langit di atas,
            Dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya;
5“Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi,
            Yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan
6Langit memberitakan keadilan-Nya,
            Sebab Allah sendirilah Hakim. Sela

7“Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak berfirman,
            Hai Israel, Aku hendak bersaksi terhadap kamu:
            Akulah Allah, Allahmu!
8Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau;
            Bukankah korban bakaranmu tetap ada dihadapan-Ku?
9Tidak usah aku mengambil lembu dari rumahmu
            Atau kambing jantan dari kandangmu
10Sebab punya-Kulah segala binantang hutan,
            Dan beribu-ribu hewan di gunung
11Aku kenal segala burung di udara,
            Dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku
12Jika aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu,
            Sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya.
13Daging lembu jantankah Aku makan
            Atau darah kambing jantankah Aku minum?
14Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah
            Dan bayarlah nazarmu kepada yang Mahatinggi!
15Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan,
            Aku akan meluputkan engkau dan engkau akan memuliakan Aku” Sela

16Tetapi kepada orang fasik Allah berfirman:
            “Apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku,
            Dan menyebut-nyebut perjanjianku dengan mulutmu,
17Padahal engkaulah yang membenci teguran,
            Dan mengesampingkan firman-Ku?
18Jika engkau melihat pencuri, maka engkau berkawan dengan dia,
            Dan bergaul dengan orang berzinah.
19Mulutmu kaubiarkan mengucapkan yang jahat,
            Dan pada lidahmu melekat tipu daya
20Engkau duduk, dan mengata-ngatai saudaramu,
            Memfitnah anak ibumu.
21Itulah yang engkau lakukan, tetapi Aku berdiam diri;
            Engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau.
            Aku akan menghukum engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu

22Perhatikanlah ini, hai kamu yang melupakan Allah;
            Supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan.
23Siapa yang mempersembahkan korban, ia memuliakan Aku;
            Siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya.’




I.       Konteks
Mazmur 50, dalam Kitab Suci, diberi judul “Ibadah yang Sejati”. Mazmur ini seakan ingin menunjukkan cara beribadah yang sesungguhnya kepada umat Israel. Di dalamnya, mazmur ini tidak memberikan langkah-langkah praktis untuk beribadah kepada Allah. Dengan pendasaran terhadap perjanjian Allah dengan umat-Nya, pemazmur menekankan disposisi hati umat di hadapa Allah. Disposisi ini pun harus menjadi dasar dalam kegiatan ibadah umat Israel. Dengan demikian, sasaran yang ingin dituju pemazmur adalah hati umat ketika beribadah kepada Allah.
Pemazmur menyerukan mazmur ini sebagai kritik terhadap situasi ibadah umat Israel saat itu. Umat Israel terpengaruh dengan cara ibadah suku Kanaan. Suku Kanaan menyembah baal dengan memberikan persembahan sebagai timbal balik tindakan baal kepada mereka. Atau, suku Kanaan mempersembahkan sesuatu dengan tujuan bahwa baal akan mengabulkan permohonan mereka. Hubungan baal dengan suku Kanaan seperti hubungan untung-rugi, baal dapat diperintah dan dikendalikan sesuai dengan keinginan manusia.
Hubungan Allah dengan umat Israel sangat berbeda dengan hubungan baal dengan suku Kanaan. Allah melimpahkan kasih kepada umat Israel dalam bentuk yang direncanakan-Nya. Sayangnya, umat Israel terpengaruh dengan gaya suku Kanaan. Disposisi hati umat Israel tidak lagi diliputi rasa syukur tetapi dipenuhi tuntutan dan meletakkan Allah di bawah kuasa manusia. Relasi yang merendahkan Allah inilah yang menjadi kritik pemazmur kepada umat Israel. Oleh karena itu, mazmur ini menggunakan teguran a la kenabian. Misalnya, “dengarlah hai umat-Ku….(7); Ia berseru dari langit di atas….(4); Perhatikanlah ini…..(22)”.
Tentang periode waktu penulisan mazmur ini dapat diperkirakan bahwa mazmur ini ditulis sebelum masa pembuangan. Pertama, konteks terpengaruhnya umat Israel oleh suku Kanaan. Interaksi kedua suku ini terjadi ketika Israel masuk ke tanah terjanji. Kedua, terkait dengan teguran dalam mazmur 50, teguran yang serupa juga digunakan oleh nabi pada zaman tersebut, yaitu Yesaya (Lih. Yes 1:2-20), Hosea (Lih. 6:1-6) dan Amos (5:21-22). Ketiga, gambaran Sion sebagai tempat yang indah bisa menjadi salah satu patokan juga. Pemazmur mengungkapkan keindahan Sion sebagai tempat yang indah di mana manusia dapat melihat Allah yang bersinar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mazmur ini ditulis pada masa sebelum pembuangan Bangsa Israel.

II.    Pembagian Mazmur 50
Mazmur 50 dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni
a.       Pembuka: Seruan dan Himne (1-6)
b.      Penegasan Kekuasaan Allah (7-15)
c.       Kecaman terhadap Orang Fasik (16-21)
d.      Bagian penutup: Peringatan dan Harapan (22-23)

III. Beberapa Kata Sulit
1.      Berfirman dan memanggil bumi
Terjemahan ini cukup janggal dengan istilah “memanggil” bumi. Dalam Kitab Suci New Revised Standar Version (NRSV), dituliskan “summon”. Terjemahan summon sebagai “memerintah” lebih tepat digunakan.
2.      Korban sembelihan
sesuatu yg disembelih sebagai persembahan kepada Allah
3.      Korban bakaran
sesuatu yg dibakar sebagai persembahan kepada Allah
4.      Nazar
Nazar merupakan janji untuk berbuat sesuatu apabila maksud atau keinginannya tercapai
5.      Orang fasik
Adalah orang yang tidak peduli thd perintah Tuhan (berarti: buruk kelakukan, jahat, berdosa besar) atau orang yg percaya kpd Allah tetapi tidak mengamalkan perintah-Nya, bahkan melakukan perbuatan dosa
6.      Sela
Tanda berhenti sejenak untuk memberi kesempatan pada para pendosa untuk sejenak membungkuk sebagai tanda hormat pada Allah.


IV. Kekayaan Sastra Mazmur
1.      Gaya Bahasa
Mazmur ini cukup menggunakan kata-kata dan kalimat yang jelas. Sebagai sebuah mazmur yang memiliki sifat kenabian, gaya penulisan yang digunakan tampak seperti teguran langsung. Setidaknya, ada tiga hal yang dapat dirasakan oleh pembaca atau pendengar mazmur ini, yakni
a.      pernyataan yang tegas dan kuat
ada beberapa pernyataan yang tegas dan kuat yang ingin menyampaikan penekanan terhadap pesan yang terkandung di dalamnya. Misalnya tentang gambaran kekuasaan Allah, “Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya” (ay 1). Pernyataan ini dengan jelas ingin menyampaikan pesan bahwa Allah berkuasa atas segala kehidupan manusia. Pernyataan yang serupa juga bisa dilihat pada ayat 2-4, 11-12, 20-21.
b.      pertanyaan yang bersifat retoris
Selain pernyataan yang tegas dan kuat, mazmur ini juga menggunakan pertanyaan yang bersifat retoris, yaitu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban karena jawabannya sudah diketahui dengan sendirinya. Misalnya, “bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapanKu?” (ay 8b). Pertanyaan ini tidak memerlukan jawaban karena umat Israel yang ditanya menyadari bahwa korban bakaran tetap ada. Namun, pertanyaan retoris juga memiliki maksud dan nilai reflektif. Dengan pertanyaan ini, umat Israel diajak untuk merefleksikan kembali ritus korban bakaran mereka. Pertanyaan serupa juga dapat dilihat pada ayat 13 dan 17.
c.       kalimat seruan
Ciri khas sebuah teguran terletak pada kalimat seru yang digunakan sebagai bentuk teguran langsung. Tidak hanya sebagai teguran, kalimat seru dapat juga sebagai bentuk penegasan. Ciri yang menonjol adalah penggunaan akhiran –lah sebagai bentuk perintah. Misalnya, Bawalah…., Dengarlah….., persembahkanlah…., berserulah…., dll. Selain itu, ada juga satu kalimat yang diakhiri dengan tanda seru, yaitu pada ayat 7 “Akulah Allah, Allahmu!”.



2.      Pararelisme
Mazmur 50 banyak menggunakan pararelisme sinonim, yakni hubungan antar baris di mana baris kedua menekankan pernyataan atau pesan baris pertama. Pararelisme sinonim ini dapat dilihat pada ayat 1, 3, 4, 8, 9, 10, 14, 18, 19, 20, 23.
            Contoh: ayat 11          “Aku kenal segala udara burung di udara,
                                                Dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku”

V.    Tafsir
Ay 1-3
Teguran terhadap umat Israel dalam Mazmur 50 diawali dengan sebuah seruan tegas tentang pribadi Allah. Selain itu, seruan ini juga memiliki sifat himne di mana umat Israel diajak untuk mengenangkan kembali relasi mereka dengan Allah sehingga mereka mengerti siapa itu Allah berdasarkan pengalaman alam yang konkret. Ay 1 menyatakan kemahakuasaan Allah. Kuasa Allah dilihat dari kekuatan firman-Nya dan pemerintahan atas bumi. Dapat dikatakan bahwa lewat perkataan saja, Allah telah berkuasan atas bumi. Demikian pula dengan periode waktunya, dari terbit hingga terbenamnya matahari mau menunjukkan kepenuhan kuasa Allah yang melingkupi kehidupan manusia sepanjang waktu.
Ayat 2 ingin menunjukkan keindahan Allah yang dinikmati dari Sion. Ketika matahari terbit, perlahan sinar matahari menyinari Yerusalem. Peristiwa ini direfleksikan sebagai pancaran kemuliaan Allah yang dinikmati dan dianugerahkan kepada umat Israel. Ayat 3 ingin menunjukkan kekuasaan Allah yang pernah dialami oleh Israel dalam perjalanan hidup bangsa tersebut. Kekuasaan Allah dialami lewat peristiwa alam. Api yang menjilat mengingatkan dengan peristiwa perjumpaan Musa dengan Allah (Kel 3: 2). Badai mengingatkan peristiwa Elia ketika terangkat ke surga dalam badai besar (lih 2 Raj 2: 11).

      Ayat 4-6
      Ayat ini merupakan seruan pemazmur yang berbicara atas nama Allah. Allah menegur umat Israel karena relas yang telah dibangun sejak peristiwa Sinai dilupakan. Pemazmur mengingatkan kembali bahwa Israel harus mengingat kembali relasi perjanjian. Teguran pertama diajukan Allah yang melihat umat Israel memandang perjanjian hanya sebatas hubungan timbal balik dalam kurban sembelihan. Allah ingin mengingatkan bahwa relasi perjanjian meliputi kasih setia yang tanpa syarat. Dengan kurban sembelihan, kasih seakan sudah terbayar dengan lunas. Maka, Allah sendiri yang akan mengadili dan menghakimi umat Israel.

Ayat 7-8
Ayat ini menekankan kembali relasi perjanjian. Lewat pernyataan yang tegas dan gamblang, Allah menegaskan kembali kedudukannya di hadapan Israel, yaitu Allah umat Israel. Perjanjian antara Israel dan Allah didasarkan pada ketulusan hati dan penyerahan diri yang utuh kepada Allah. Allah sendiri melimpahkan rahmat kasih setia yang tanpa syarat. Namun, umat Israel berhenti pada kurban bakaran dan sembelihan. Kedua bentuk kurban ini dipandang sebagai balas jasa atau prasyarat untuk meminta sesuatu. Teguran ini diungkapkan dalam pertanyaan retoris yang mengajak umat untuk merefleksikan kembali ritus kurban bakaran dan kurban sembelihan.

Ayat 9-12
      Bagian ini seakan menjadi jawaban atas pertanyaan retoris-reflektif sebelumnya. Kemahakuasaan Allah tampak dalam kepemilikkan Allah atas seluruh alam semesta. Ayat 9-12 berusaha mengajak umat Israel melihat kembali kisah penciptaan di mana Allah yang menciptakan semuanya dan memilikinya. “sebab punyaKu-lah…..Aku kenal…sebab punyaKulah dunia dan segala isinya”, kata-kata “sebab punyaKu-lah” diulang dua kali dan ini memberikan penegasan akan kepemilikan dunia dan isinya.
Pernyataan pada bagian ini juga merupakan sindiran dan kritik akan kurban sembelihan dan bakaran yang digunakan umat Israel sebagai balas jasa atau prasyarat kasih Allah. Dengan menempatkan kedua kurban ini sebagai imbalan, umat Israel mengandaikan bahwa bahan kurban ini adalah miliknya. Oleh karena itu, dengan tegas Allah mengembalikan paradigma kepemilikan bahan kurban ini. Allah yang berkuasa atas dunia dan Allah yang memiliki bahan kurbann. Umat Israel tidak memiliki hak untuk menempatkan segala bahan kurban sebagai imbalan atas kasih Allah.

Ayat 13-15
Bagian ini kembali menggunakan pertanyaan retoris-reflektif. Setelah umat diajak merefleksikan ritus kurban bakaran dan kurban sembelihan, kini umat diajak untuk merefleksikan bahan yang digunakan dalam ritus kurban tersebut. Allah menunjukkan bahwa bahan persembahan umat Israel tidak didasarkan atas rasa syukur dan terima kasih. Umat Israel melihatnya sebagai benda barter dengan kasih Allah. Disposisi inilah yang dikritik pemazmur sehingga pada ayat 14 dan 15 pemazmur secara eksplisit kurban persembahan yang sesungguhnya, yakni syukur dan nazar. Dalam relasi kasih yang penuh syukur ini, umat Israel tidak lagi repot menyiapkan segala macam bahan persembahan untuk kurban bakaran dan sembelihan. Umat Israel cukup berseru kepada Allah dan menyukuri pertolongan Allah.

Ayat 16-21
Bagian ini merupakan kecaman terhadap orang fasik. Dengan jelas pemazmur mengarahkan kecaman kepada orang fasik. Orang semacam ini tidak mengaplikasikan relasi kasih dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin, orang yang menjadi sasaran adalah orang yang rajin beribadah namun memiliki perilaku yang buruk dalam hidup kesehariannya. Lagi, pemazmur mengajak berefleksi tentang kesetiaan terhadap ajaran dan ketetapan Allah. Orang fasik mengucapkan perintah Allah tetapi tidak melaksanakannya. Inilah yang diungkapkan oleh pemazmur pada ayat 18-21, bahwa perilaku kesehariannya berlawanan dengan ajaran yang diimaninya.
Bagian ini memberikan implikasi moral dalam kehidupan beriman. Persembahan syukur dan terima kasih kepada Allah tidak cukup dengan disposisi hati saja. Hati yang penuh syukur dan terarah pada Allah pasti memberikan dampak dalam hidup keseharian. Menarik diperhatikan bahwa implikasi moral yang dikecam oleh pemazmur berkaitan lagi dengan perjanjian Sinai, terutama dalam dekalog.
·         Ay 17a, “berkawan dengan pencuri”. Ayat ini berhubungan dengan perintah jangan mencuri.
·         Ay 17b, “bergaul dengan orang berzinah”. Ayat ini berhubungan dengan perintah jangan berzinah.
·         Ay 18, “mulut yang mengucap jahat dan tipu daya”. Ayat ini berhubungan dengan perintah jangan bersaksi dusta.
·         Ay 19, “mengata-ngatai saudara dan memfitnah anak ibumu”. Ayat ini berhubungan dengan perintah hormatilah ibu-bapamu.
·         Ay 20, “memandang Allah setara dengan dirinya”. Ayat ini berhubungan dengan perintah jangan menyembah berhala, berbaktilah kepadaKu saja dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu.
Dengan demikian, ibadah yang sejati dan persembahan syukur tidak hanya berhenti pada ritus peribadatan semata. Tetapi, ibadah yang sejati dan persembahan syukur juga meliputi disposisi hati yang mendorong setiap pribadi untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ayat 22-23
Mazmur ini ditutup dengan sebuah peringatan dan harapan. Ayat 22 dengan tegas memperingatkan umat Israel untuk tidak “melupakan Allah”. Melupakan Allah dapat dimengerti sebagai penurunan martabat Allah dengan persembahan yang bersifat balas jasa dan sebagai prasyarat. Dengan perilaku tersebut, umat Israel telah melupakan Allah yang mahakuasa. Selain itu, melupakan Allah juga dapat dilihat dalam tindakan sehari-hari. Mungkin, seseorang rajin beribadah dan tekun memberikan persembahan. Namun, jika perilakunya tidak sesuai dengan perintah dan ajaran Allah, dia dapat disebut sebagai orang yang melupakan Allah.
Akhirnya, mazmur ditutup dengan sebuah harapan besar bahwa umat Israel sungguh memahami persembahan yang sesungguhnya, yaitu persembahan syukur. Tentu, persembahan syukur tidak hanya berhenti pada ritus persembahan kurban bakaran atau sembelihan dan kemudian setelahnya bisa berbuat seenaknya. Persembahan syukur juga meliputi disposisi hati dalam hidup sehari-hari, sebuah hati yang senantiasa terarah kepada Allah dalam segala aktivitas keseharian. Mungkin lebih sesuai jika dikatakan bahwa ibadah yang sejati adalah persembahan hidup manusia yang setia dengan perintah dan larangannya. Dikatakan persembahan hidup karena persembahan yang sesungguhnya adalah diri manusia itu sendiri, baik dalam hidup rohani maupun dalam hidup sehari-hari.

VI. Refleksi dan Relevansi
Setelah mendalami dan menggali secara khusus mazmur ini, saya sangat tertarik dengan kritik dan pesan yang ingin disampaikan oleh pemazmur. Kritik yang disampaikan sangat jelas yaitu hal mendasar dalam relasi manusia dengan Allah, sebuah relasi personal. Dikatakan personal, karena bagi saya, ini menyangkut relasi pribadi Allah dengan saya sehingga di sana tertera sebuah persembahan yang nyata, baik dalam liturgi Gereja maupun hidup berkomunitas. Dan pesannya pun jelas bahwa bentuk ibadah yang benar adalah ungkapan diri yang hidup, baik hidup di dalam diri maupun hidup bersama dengan sesama.
Bagi saya, mazmur ini sangat relevan dengan hidup beriman umat Katolik. Secara khusus bagi saya yang menjalani masa pendidikan sebagai calon iman. kehidupan rohani dijalani setiap saat, misalnya misa, ibadat, meditasi, puncta, rosario, adorasi, dll. Bahayanya adalah kecenderungan untuk jatuh dalam rutinitas belaka. Pengalaman jatuh dalam rutinitas pernah saya rasakan dan situasi hati tidak akan pernah terarah pada Tuhan. Cirinya mengalami kebosanan dan semua yang dijalankan terasa lama.
Mazmur ini cocok untuk mengingatkan kembali esensi relasi personal manusia dengan Allah, bahwa setiap orang dipanggil untuk menjalin relasi yang setia dan utuh kepada Allah baik dalam hidup doa maupun dalam hidup sehari-hari. Mungkin seseorang bisa berdoa sepanjang waktu. Namun, doa yang sungguh pun akan terpancar dalam hidup keseharian. Dengan demikian, ibadah yang sesungguhnya selalu teramalkan dan dapat dilihat dalam hidup sehari-hari.


Daftar Pustaka
Fitzgerald, John T. (ed). Diodore of Tarsus: Commentary on Psalms 1-51. Society of Biblical Literature: Atlanta, 2005.
Stuhlmueller, C.P, Carol. Psalms: A Biblical-Theological Commentary. Michael Glazer, Inc.: Wilmington, 1985

Weiser, Arthur. The Psalms. SCM Pres Ltd. : London, 1959.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar