Rabu, 21 Agustus 2013

“Kekasih Alam”



Antara manusia dan alam

Alam menyentuh hatiku dan mengajakku berbicara. Sebuah untaian percakapan yang menyadarkan diriku bahwa aku, sebagai manusia, telah melupakan alam. Bagai kacang lupa kulitnya, itulah manusia di hadapan alam. Alam bertanya, “dimana nafas hidupmu?” “darimana kebutuhan hidupmu?” aku terenyuh dan tersentak seketika. Kusadari tiap helai nafas hidupku bersumber pada alam. Sehari makan 3 kali, dan semua dari alam. Helai demi helai pakaianku, semua dari alam

Manusia dan alam adalah kekasih. Yang satu buth yang lain. Yang satu melengkapi yang lain. Antara aku dan alam ada suatu relasi saling menguntungkan dimana aku dan alam tidak bisa berpisah. Kemana pun manusia pergi, manusia tidak akan bisa lari dari alam. Semakin manusia lari, semakin dengan dengan alam. Bagai kekasih yang perharian pada pasangan, begitulah alam memberikan dirinya, terus menerus. Suatu kasih yang tanpa henti dan tak berkesudahan. Apa aku haris meminta pada alam? Tidak perlu kata atau isyarat supaya alam memenuhi hidupku. Alam tahu inginku. Alam tahu maksud hatiku dan alam tahu apa yang aku butuhkan.

Kau butuh hiasan pada tubuhmu. Silakan kau minta pada ulat-ulat sutera. Begitu ringkih, kecil dan lemat tapi mintalah pada merka karena mereka menyediakan bahan paling halus untuk menghiasi tubuhmu. Kau butuh madu, silakan minta pada para lebah. Merekalah yang mengumpulkan sedikit demi sedikit, hari demi hari hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, mareka pun tidak mengeluk ketika manusia merampasnya. Ada sekian banyak kemurahan yang diterimamanusia dan itu semua Cuma-Cuma.

Sebuah kasih yang tak terbalaskan. Apa balasku? Tak pernah terbersit dalam hati manusia untuk mencintai sang kekasih begitu hebat. Apakah cinta jika aku hanya merauo dan mengekploitasi kualitas kekasihku? Apakah cinta jika kau hanya menadahkan tangan tanpa pernah mengulur untuk member? Apak cinta jika aku menagih balas kasihku? Dan apakah cinta jika aku menghitung-hitung dirimu?

Kau, alam, tiada bedanya dengan pelacur dan aku adalah penjajakmua. Tak terbantahkan oleh siapa pun bahwa kau dan aku hanya relasi kebutuhan. Kau kubutuhkan dan setelah itu tercampak hina. Lihat kandungan mineral dalam tubuhmu dan bagaimana manusia mengoyak tubuhmu bahkan mengeksploitasi hidupmu. Tak alin, kau adalah pelacur dan aku penjajaknya. Kau tidak berguna lagi? Bersiaplah karena dalam hitungan waktu kau telah tercampakkan. Tersungkur. Meratap  di tengah dunia.

Kau marah padaku?kekasihmu?ah untaian kemarahanmu telah bergelora di tengah hidupku. Bagaimana air menggulung hidup manusia dan menyeretnya ke tengah lautan. Sekejap lautan menjadi kuburan masal. Oh kekasihku, bukan suatu kemarahan tapi suatu pedih. Pedih hatimu yang merindukan kekasihnya. Berontal. Menggelora. Berapi-api. Kau kenal dan paham kekasihmu tapi kekasihmu telah mencampakkan dirimu. Siapakah alam bagiku selau pelacur pemuas bierahi kebutuhanku?

Kau merindukan aku, manusiamu. Kau rindu setuhan lembut jariku. Jari yang menyentuh putrid-putri malu hingga mereka meringkuk di balik daun. Kau merindukan tangan yang mempertemukan putik dan benang sari hingga kau mampu menikah dengan semputna. Kau merindukan diriku agar kau harmonis kembali. Sayang, rindumu adalah pemakaman bagi dirimu. Karena kau. Manusia tidak lebih setia pada diriku sendiri. Siapakah engkau, hai alam raya?

Topeng-topeng bertaburan dan manusia telah memakainya. Berkedok banci dibalik kegagahan, berkedok baik dibalik keserakahan. Berkedik kaya dibalik kemiskinan. Dan kau, alam, patut kau ketahui, bhawa kedok ini adalah egoism. Padahal dalam hati, kekasihmu masih ada tindu suatu harmonisasi percintaan. Kau adalah kau, sang pemberi hidup bagiku. Kau bukanlah pelacur tapi kekasih sejati.

Dimana aku menemukan nafas?
Dimana aku menemukan keindahan?
Dimana aku menemukan cinta?
Dimana aku menemukan setia?
Dimana aku menemukan pasangan?
Dimana aku menemukan berbagi?
Dimana aku menemukan memberi?
dan  Dimana aku menemukan harmoni cinta yang memeluk erat keindahan?

Hanya alam dan hanya alam. Maaf telah lama aku memperkosa dirimu. Maaf karena telah membiarkan kau telanjang. Maaf telah mencampakkan dirimu. Dan maaf telah membiarkan dirimu sendiri, sendiri memulihkan hidupmu dan hidupku, sendiri mengalirkan kasih Tuhan pada manusia



Ambrosius Lolong
15 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar