Rabu, 21 Agustus 2013

Selamat Datang Padang Kehidupan





Dalam keramaian aku terhempas dari diriku…
Dalam kesendirian aku berkelana menelusuri diriku…
Dalam keduanya aku belajar berjalan…seperti seorang balita
Dalam Engkau aku ditangkap dan dirangkul penuh kasih…

Namanya Dia. Kau tidak akan pernah mengetahui bagaimana aku dan Dia bisa bersama. Entah bagaimana pertemuanku dengan diri-Nya. Begitu mesra dalam rangkulan tangan, hangat dalam pelukan dan mekar dalam persemaian. Dan, kali ini Dia perlahan menunjukkan padaku kasih yang tak mungkin terungkap satu kali, dua kali, tiga kali, bahkan seribu kali pun tak akan mampu merangkum kucuran air kasih dari keran kasih. Karena aku manusia, aku terbatas dan aku jauh dari sempurna, bahkan untuk menerima kasih itu. Justru ketika kasih itu mulai melingkupiku, aku menolaknya dengan selimut rasioku.
Terhempas jauh dari kota kelahiranku. Terlempar dari budaya kampung halamanku. Terjerumus ke dalam palung hidup yang tak pernah diimpikan. Tak pernah terbayangkan dalam benakku, sebuah ketakutan dan kecemasan untuk memelihara benih-benih Tuhan. Tak pernah diinginkan, sebuah vas sederhana untuk meletakkan satu per satu benih-benih tersebut. Mengapa harus aku yang dipilih? Mengapa harus aku yang menjalani? Dan mengapa harus aku yang merawat, memelihara, menyirami, menyiangi, memangkas dan mencintai benih-benih yang telah Kau tabur?

Tanyakan pada air mata, dia tahu sepenuhnya ketakutan dan kecemasan. Tanyakan pada waktu, dia tahu bagaimana cara bodohku untuk menghentikannya. Tanyakan pada hati, dia tahu seutuhnya bagaimana aku bertelut dan tersungkur karena tak tahu harus berbuat apa. Tanyakan pada gerbang, pohon serta rumput yang aku lewati kala itu, pagi itu, mereka mungkin tertegun melihat seorang balita dituntun oleh tangan kasih, padahal balita itu baru saja belajar berdiri. Kuatkah balita itu berdiri?
Sekian waktu berlalu. Dengarkan kumandang serigala menghantuinya. Kisah nan menakutkan mulai menggerogoti kerapuhan hati. Mencoba bertahan dan tinggal di tengah benih-benih ilahi. Tidak ada jalan lain. Ya…hadir dan menjadi sesuatu yang bisa dipegang, dilihat, diteladani. Sekuat itukah sang balita? Kakinya rapuh. Tangannya lemah. Pikirannya sederhana. Hatinya bergelut hari lalu, hari ini dan hari selanjutnya.
Benih itu indah. Benih itu unik. Benih itu berkarakter.
Benih itu rapuh. Benih itu takut. Benih itu tumbuh.
Benih itu muda. Benih itu berkembang.
Yang penting bagiku.....benih itu milik yang Ilahi.
Yang Ilahi menitipkan mereka. Yang Ilahi percaya. Yang Ilahi sangat tahu kepada siapa benih-benih ilahi ini akan tumbuh, berkembang, berbunga dan berkembang. “masih terus bertumbuh, masih terus berjuang. Perjalanan menjadi pohon yang kuat masih berliku untuk dilalui. Kerap enggan untuk bertumbuh dan berkembang. Ya…benih-benih yakin akan masa depan yang tepat, tumbuh dalam jalan yang telah ditetapkan kepada mereka oleh sang Petani Agung”
Sirami mereka. Rawatlah mereka….kini mereka siap untuk bertumbuh dan berkembang.
Suburkanlah mereka dalam pot kasih Ilahi, karena Yang Ilahi adalah Petani sesungguhnya.
Sang balita belajar…perlahan…bahkan ia terjatuh. Karena, ia tumbuh dan berkembang, kuat dan melangkah dalam kerapuhan. Balita tak akan pernah kuat kalau tidak pernah menjadi rapuh dan terjatuh. Begitu pula sang benih-benih ilahi. Mereka tak akan pernah kuat kalau tidak pernah mengalami badai teguran, angin hukuman, hama kemalasan, tapi juga dirangkul dalam tangan kasih penuh mesra dan lembut.

Selamat datang padang kehidupan….
Suatu padang dengan segala kelebihan dan kekurangan….
Suatu padang dengan kekuatan dan kerapuhan…..
Suatu padang dengan bunga dan buah….karena dalam kasih


Mertoyudan, 21 Agustus 2013
Ambrosius Lolong


Tidak ada komentar:

Posting Komentar