Satu wajah yang
ditampilkan-Nya sejak kelahiran dalam palungan hingga tahta salib
Sebuah Permenungan di
Malam Natal
The better one is
“true”….
You give that to
the gods…
The other one is
the “shadow”…
You let someone
else have that…
Natal baru saja
beranjak dari peraduannya. Dia berjalan mengarah kepadaku dan menyapa dengan
begitu mesra. Bukan tahun yang diidamkan, mungkin, karena natal tidak berada di
tengah keluarga, kerabat atau di tengah hingar bingar kemeriahan kelap kelip
lampu natal. Tapi, bukankah mata telah menunjukkan dengan jelas siapa keluarga,
kerabat dan juga hingar bingar Natal? Bukan hanya mata, tetapi juga telinga dan
mulut, kepada siapa dan dengan siapa, aku dan anda mengucapkan dan menerima
ucapan natal. Rasanya natal tidak akan habis begitu saja.
Natal baru saja
beranjak dari peraduannya. Dia berlari mengarah padaku sambil membuka lebar
tangan kemesraannya. Baru saja perayaan malam natal berakhir dengan berkat dari
sang wakil Tuhan. Hadir di tengah suasana yang berbeda dan jauh dari kota
kelahiran. Rasanya mungkin berbeda, karena, seingatku, ini adalah natal pertama
di luar kota kelahiranku. Suasana yang tenang, ramah dan penuh kehangatan. Apa
aku merasa sendiri? rasanya kesendirian adalah sahabat dekat keterasingan. Dan,
sebagai orang asing, aku tidak merasakan sebagai seorang asing. Tangan terbuka
untukku dan untuk mengubah keterasingan menjadi hidup.
Natal baru saja
beranjak dari peraduannya. Kali ini, sudah malam dan aku senang dengan malam.
Natal duduk di sebelahku dan menemani sepanjang malam. Ketika yang lain bersama
dengan natalnya masing-masing, aku juga ingin merasakan intimnya natalku.
Natalku kali ini adalah sebuah pilihan untuk tetap dan sebuah hidup untuk
menemukan sebuah pengalaman yang terus kurindukan. Dan, rasanya kerinduan itu
akan tetap ada sampai aku punya waktu yang sangat panjang untuk bersama
dengan-Nya. Malam ini, aku berbincang dengan natal dan natal menunjukkan
sesuatu yang baru kepadaku.
Kumpulkan jerami, sedikit saja
untuk-Nya
Adakah padamu sedikit
saja jerami untuk menghangatkan malam dingin? Menghangatkan malam bukan sesuatu
yang mudah untuk diwujudkan. Ajarkan padaku, wahai natal, suatu cara untuk
menghangatkan malam, pun untuk anak yang baru lahir. Rasanya itu kemustahilan
belaka kecuali aku memiliki matahari. Tapi, kalau aku memiliki matahari, aku
mengganti malam dengan siang. Akhirnya, lenyaplah malam dan tak ada lagi malam.
Ternyata, matahari bukan jalan yang tepat untuk menghangatkan malam.
Pergi dan carilah
jerami yang ada dalam hatimu. Bukankan aku dan anda memiliki banyak jerami yang
telah lama dipendam? Jerami itu sangat banyak dan kadang terasa sangat kasar.
Jerami itu kekayaan hati. Di satu sisi, kaya akan dosa yang berulang kali. Di
sisi lain, kaya akan kebaikan hati. Mengapa kedua hal tersebut tidak
dipersembahkan sebagai jerami diri untuk-Nya? Sedikit saja, ambil dan pilihlah.
Jerami yang disediakan adalah sebuah pilihan sederhana diri. Seorang pun tak
akan merampas jerami, kecuali mereka kesulitan untuk mencari jeraminya sendiri.
jadi, pilih jerami hatimu untuk malam ini. jangan hangatkan malan ini dengan
matahari, cukup hangatkan dulu dengan jerami yang sudah ada di dalam hatimu.
Ambilkan secarik lampin, sedikit
saja untuk-Nya
Bolehlah sedikit kain
lampin untuk Dia karena mencari kehangatan di malam dingin seperti sangat
sulit. Berapa banyak pintu diketuk? Berapa banyak wajah menolak? Berapa banyak
kata “tidak” harus didengar sebagai es yang menambah dinginnya malam ini? itu
artinya, tidak ada kasur, tidak ada selimut, tidak ada pakaian untuk seseorang
yang akan lahir. Adakah yang lahir mengenakan pakaian? Setiap orang lahir dalam
ketelanjangan dan dinginnya dunia. Itulah yang membuat manusia harus tetap
berjuang untuk dirinya sendiri.
Ambillah lampin dalam
dirimu, sedikit saja. Dunia ini terlalu dingin untuk orang yang baru lahir dan
tiap orang yang baru lahir membutuhkan lampin hati orang di sekitarnya. Apa
sulitnya berkata ya dan merelakan kepedihan untuk orang lain. Rasanya kepedihan
dan kebahagiaan sama harganya. Mungkin, secarik lampin akan merusak bahkan
mengurangi persediaan lampinmu. Tapi, percayalah, sedikit lampin itu sudah cukup
untuk yang kedinginan. Mengapa mudah mengatakan tidak dan sulit mengatakan ya
kepada tiap orang yang mengetuk pintu hatimu? Kepada wajah kedingin di luar
pintu hatimu? Kepada tubuh lemah di hadapanmu? Lampin hatimu adalah ketika kamu
boleh melayani mereka di dalam hatimu. Sederhana, ajak saja mereka masuk dan
berbincang.
Adakah padamu sebuah palungan,
satu saja untuk-Nya?
Rasanya pintu
penginapan tetap tertutp. Tidak apa, mungkin penginapan terlalu megah untuk
tempat bagi-Nya. Mungkin juga, satu ruangan
di dalamnya terlalu mahal. Adakah padamu sebuah palungan? Tidak terlalu besar,
sebuah kotak kecil, agak kotor karena berbagai mulut ternak pernah makan
daripadanya. Sedikit bau karena tidak ada yang mencucinya. Berapa harganya? Kau
pun bisa membelinya, ah tidak, lebih tepatnya mengambilnya. Kau tidak akan
dikatakan sebagai pencuri, karena apa yang kamu ambil tidak ada harganya.
Palungan itu tempat paling sederhana.
Setiap orang punya
palungan. Bentuknya cekung ke dalam. Bukan untuk menerima dan menimbun yang
diletakkan di dalamnya. Sebaliknya, palungan adalah tempat untuk member dan
berbagi. Adakah palungan yang menyimpan rerumputan untuk dirinya? Untuk apa
palungan menyimpannya? Untuk persediaan musim dinginkah? Apa pun yang
diletakkan padanya adalah sebuah hadiah untuk mereka yang datang kepadanya.
Palungan itu adalah hatimu. Hati merasakan dan mengalami bukan untuk sang
empunya hati. Sebaliknya, hati merasakan untuk membagi dengan yang datang
kepadanya. Palungan tidak pernah berkata tidak untuk memberi. Sangat sederhana,
dia membiarkan datang siapa pun, membiarkan mengambil yang ada padanya dan
memberikan yang ada padanya. Bukankah Tuhanmu, yang tidur dalam palungan, juga
bersikap layaknya sebuah palungan?
Natal baru saja duduk
bersamaku dan berbincang. Dia menemaniku menonton sebuah film, Rurouni Kenshin,
yang sebelumnya sudah kutonton. Sang pembuat pedang berkata, “The better one is “true”, You give that to
the gods…The other one is the “shadow”,You let someone else have that…” dan
Kenshin mendapatkan pedang yang baru. Kalau yang benar adalah milik Tuhan dan
manusia mendapatkan bayangannya, betapa luar biasa natal karena yang lahir
bukan sekadar bayangan tetapi sungguh kebenaran, benar-benar Tuhan.
Rasanya, perbincangan
bersama natal sudah cukup kali ini. janjinya, kita akan berjumpa pada waktu
yang memang selalu mempertemukan. Tidak perlu janji, tidak perlu telpon dan
cukup menantinya. Dan, kami akan bertemu pada waktu yang indah, malam natal
yang selalu menarik dan selalu baru. Bukankah yang natal itu membiarkan “Yang
Benar” menjadi milik siapa pun dalam rupa yang paling sederhana? Biarkan yang
kecil dan sederhana menjadi wajah natal. Ya, itulah Cinta natal, memilih untuk
menjadi sederhana.
Selamat
natal….
Selamat
mencinta…
Selamat
memilih….
Selamat
menajdi lebih sederhana…..
terima
kasih karena Kamu begitu sederhana….
Have yourself a
merry little Christmas
Let your heart be
light
Deo Gratias!!!
Fr. Ambrosius
Lolong
Seminari Tinggi St.
Paulus
Kentungan,
Yogyakarta
Kamis, 25 Desember
2014
waktu Natal bagian
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar