Rabu, 27 Mei 2015

Kala Cinta Memilih Untuk Menjadi Sederhana

Satu wajah yang ditampilkan-Nya sejak kelahiran dalam palungan hingga tahta salib
Sebuah Permenungan di Malam Natal


The better one is “true”….
You give that to the gods…
The other one is the “shadow”…
You let someone else have that…

Natal baru saja beranjak dari peraduannya. Dia berjalan mengarah kepadaku dan menyapa dengan begitu mesra. Bukan tahun yang diidamkan, mungkin, karena natal tidak berada di tengah keluarga, kerabat atau di tengah hingar bingar kemeriahan kelap kelip lampu natal. Tapi, bukankah mata telah menunjukkan dengan jelas siapa keluarga, kerabat dan juga hingar bingar Natal? Bukan hanya mata, tetapi juga telinga dan mulut, kepada siapa dan dengan siapa, aku dan anda mengucapkan dan menerima ucapan natal. Rasanya natal tidak akan habis begitu saja.
Natal baru saja beranjak dari peraduannya. Dia berlari mengarah padaku sambil membuka lebar tangan kemesraannya. Baru saja perayaan malam natal berakhir dengan berkat dari sang wakil Tuhan. Hadir di tengah suasana yang berbeda dan jauh dari kota kelahiran. Rasanya mungkin berbeda, karena, seingatku, ini adalah natal pertama di luar kota kelahiranku. Suasana yang tenang, ramah dan penuh kehangatan. Apa aku merasa sendiri? rasanya kesendirian adalah sahabat dekat keterasingan. Dan, sebagai orang asing, aku tidak merasakan sebagai seorang asing. Tangan terbuka untukku dan untuk mengubah keterasingan menjadi hidup.

Natal baru saja beranjak dari peraduannya. Kali ini, sudah malam dan aku senang dengan malam. Natal duduk di sebelahku dan menemani sepanjang malam. Ketika yang lain bersama dengan natalnya masing-masing, aku juga ingin merasakan intimnya natalku. Natalku kali ini adalah sebuah pilihan untuk tetap dan sebuah hidup untuk menemukan sebuah pengalaman yang terus kurindukan. Dan, rasanya kerinduan itu akan tetap ada sampai aku punya waktu yang sangat panjang untuk bersama dengan-Nya. Malam ini, aku berbincang dengan natal dan natal menunjukkan sesuatu yang baru kepadaku.

Kumpulkan jerami, sedikit saja untuk-Nya
Adakah padamu sedikit saja jerami untuk menghangatkan malam dingin? Menghangatkan malam bukan sesuatu yang mudah untuk diwujudkan. Ajarkan padaku, wahai natal, suatu cara untuk menghangatkan malam, pun untuk anak yang baru lahir. Rasanya itu kemustahilan belaka kecuali aku memiliki matahari. Tapi, kalau aku memiliki matahari, aku mengganti malam dengan siang. Akhirnya, lenyaplah malam dan tak ada lagi malam. Ternyata, matahari bukan jalan yang tepat untuk menghangatkan malam.
Pergi dan carilah jerami yang ada dalam hatimu. Bukankan aku dan anda memiliki banyak jerami yang telah lama dipendam? Jerami itu sangat banyak dan kadang terasa sangat kasar. Jerami itu kekayaan hati. Di satu sisi, kaya akan dosa yang berulang kali. Di sisi lain, kaya akan kebaikan hati. Mengapa kedua hal tersebut tidak dipersembahkan sebagai jerami diri untuk-Nya? Sedikit saja, ambil dan pilihlah. Jerami yang disediakan adalah sebuah pilihan sederhana diri. Seorang pun tak akan merampas jerami, kecuali mereka kesulitan untuk mencari jeraminya sendiri. jadi, pilih jerami hatimu untuk malam ini. jangan hangatkan malan ini dengan matahari, cukup hangatkan dulu dengan jerami yang sudah ada di dalam hatimu.

Ambilkan secarik lampin, sedikit saja untuk-Nya
Bolehlah sedikit kain lampin untuk Dia karena mencari kehangatan di malam dingin seperti sangat sulit. Berapa banyak pintu diketuk? Berapa banyak wajah menolak? Berapa banyak kata “tidak” harus didengar sebagai es yang menambah dinginnya malam ini? itu artinya, tidak ada kasur, tidak ada selimut, tidak ada pakaian untuk seseorang yang akan lahir. Adakah yang lahir mengenakan pakaian? Setiap orang lahir dalam ketelanjangan dan dinginnya dunia. Itulah yang membuat manusia harus tetap berjuang untuk dirinya sendiri.
Ambillah lampin dalam dirimu, sedikit saja. Dunia ini terlalu dingin untuk orang yang baru lahir dan tiap orang yang baru lahir membutuhkan lampin hati orang di sekitarnya. Apa sulitnya berkata ya dan merelakan kepedihan untuk orang lain. Rasanya kepedihan dan kebahagiaan sama harganya. Mungkin, secarik lampin akan merusak bahkan mengurangi persediaan lampinmu. Tapi, percayalah, sedikit lampin itu sudah cukup untuk yang kedinginan. Mengapa mudah mengatakan tidak dan sulit mengatakan ya kepada tiap orang yang mengetuk pintu hatimu? Kepada wajah kedingin di luar pintu hatimu? Kepada tubuh lemah di hadapanmu? Lampin hatimu adalah ketika kamu boleh melayani mereka di dalam hatimu. Sederhana, ajak saja mereka masuk dan berbincang.

Adakah padamu sebuah palungan, satu saja untuk-Nya?
Rasanya pintu penginapan tetap tertutp. Tidak apa, mungkin penginapan terlalu megah untuk tempat bagi-Nya.  Mungkin juga, satu ruangan di dalamnya terlalu mahal. Adakah padamu sebuah palungan? Tidak terlalu besar, sebuah kotak kecil, agak kotor karena berbagai mulut ternak pernah makan daripadanya. Sedikit bau karena tidak ada yang mencucinya. Berapa harganya? Kau pun bisa membelinya, ah tidak, lebih tepatnya mengambilnya. Kau tidak akan dikatakan sebagai pencuri, karena apa yang kamu ambil tidak ada harganya. Palungan itu tempat paling sederhana.
Setiap orang punya palungan. Bentuknya cekung ke dalam. Bukan untuk menerima dan menimbun yang diletakkan di dalamnya. Sebaliknya, palungan adalah tempat untuk member dan berbagi. Adakah palungan yang menyimpan rerumputan untuk dirinya? Untuk apa palungan menyimpannya? Untuk persediaan musim dinginkah? Apa pun yang diletakkan padanya adalah sebuah hadiah untuk mereka yang datang kepadanya. Palungan itu adalah hatimu. Hati merasakan dan mengalami bukan untuk sang empunya hati. Sebaliknya, hati merasakan untuk membagi dengan yang datang kepadanya. Palungan tidak pernah berkata tidak untuk memberi. Sangat sederhana, dia membiarkan datang siapa pun, membiarkan mengambil yang ada padanya dan memberikan yang ada padanya. Bukankah Tuhanmu, yang tidur dalam palungan, juga bersikap layaknya sebuah palungan?

Natal baru saja duduk bersamaku dan berbincang. Dia menemaniku menonton sebuah film, Rurouni Kenshin, yang sebelumnya sudah kutonton. Sang pembuat pedang berkata, “The better one is “true”, You give that to the gods…The other one is the “shadow”,You let someone else have that…” dan Kenshin mendapatkan pedang yang baru. Kalau yang benar adalah milik Tuhan dan manusia mendapatkan bayangannya, betapa luar biasa natal karena yang lahir bukan sekadar bayangan tetapi sungguh kebenaran, benar-benar Tuhan.
Rasanya, perbincangan bersama natal sudah cukup kali ini. janjinya, kita akan berjumpa pada waktu yang memang selalu mempertemukan. Tidak perlu janji, tidak perlu telpon dan cukup menantinya. Dan, kami akan bertemu pada waktu yang indah, malam natal yang selalu menarik dan selalu baru. Bukankah yang natal itu membiarkan “Yang Benar” menjadi milik siapa pun dalam rupa yang paling sederhana? Biarkan yang kecil dan sederhana menjadi wajah natal. Ya, itulah Cinta natal, memilih untuk menjadi sederhana.

Selamat natal….
Selamat mencinta…
Selamat memilih….
Selamat menajdi lebih sederhana…..

terima kasih karena Kamu begitu sederhana….

Have yourself a merry little Christmas
Let your heart be light

Deo Gratias!!!
Fr. Ambrosius Lolong
Seminari Tinggi St. Paulus
Kentungan, Yogyakarta

Kamis, 25 Desember 2014

waktu Natal bagian Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar