Rabu, 27 Mei 2015

Kala Persahabatan Diperbaharui


Tanganmu dipundakku, tanganku dipundakmu
Sebuah Permenungan di balik Misteri Paskah


Paskah baru saja lewat. Tidak, lebih tepatnya baru saja dimulai. Tahun yang istimewa bagiku terutama pada masa-masa tahun pastoral kali ini. Sungguh, nuansa ini begitu kental terasa. Pastinya, ini adalah jejak yang disediakan Tuhan bagiku dan aku cukup dengan setia dan sabar mengikuti serta merenungkannya. Sejak awal perutusanku, ah, aku harus bertemu dengan jiwa-jiwa muda Gereja. Terkadang terbersit keraguan kepada Dia, apa yang kau inginkan dariku? Apa yang ingin Kau sampaikan kepadaku?
Paskah baru saja lewat. Tidak, lebih tepatnya baru saja dimulai. Sahabat-sahabat baru adalah rahmat yang Dia berikan padaku kali ini. Aku tidak pernah memintanya, aku tidak pernah memohon kepadanya, dan aku tidak pernah memaksa Dia untuk memberiku sahabat lebih banyak. Tapi, aku diletakkan di tengah sahabat-sahabat muda. Pusing ya, bingung ya, marah ya, kesel ya, gembira ya, sedih ya, miris ya, senyum ya, terharu ya, dan masih banyak “ya” yang lain, dan itu menghiasi hari-hariku.
Paskah baru saja lewat. Tidak, lebih tepatnya baru saja dimulai. Baru saja Dia mengajarkan padaku sebuah cinta. Kukatakan itu cinta, karena Dia tidak hanya mengajar dan memerintah. Dia juga melaksanakan dan mewujudkan cinta. Dia, Sang promotor cinta dan pelaksana cinta. Sebuah kepenuhan cinta, terutama untuk para sahabat yang diberikan Bapa kepada-Nya. Inilah Paskah, yang baru. Bukan karena sesuatu yang baru tetapi karena yang lama telah diberi nafas baru.


Kamulah Sahabat-Sahabatku…
Ada hal baru yang membuat kamis itu menjadi sungguh putih, sungguh putih. Sebuah pengenangan akan arti seorang sahabat yang mencintai sahabatnya. Kau bisa menarik sejenak kaki sahabatmu, membasuhnya dalam sebuah ember sederhana, membersihkan sejenak dari kotoran yang ada pada sela-sela jari, memberikan sedikit pijatan, mengelapnya dan mencium kakinya. Mungkin sedikit perbincangan personal, seakan kehadiran yang lain tak dianggap ada. Ketika kaki digunakan untuk menginjak orang, Dia mengajarkan padaku untuk mencintai kaki itu sendiri. Ya, kaki, pada kakilah kami berdiri dan melangkah setapak demi setapak mengikuti jejaknya. Biarkan kaki ini mendapatkan kesefaran cinta dari pelayanan para sahabat. Sebuah tanda bahwa perjalanan ini adalah perjalanan cinta bersama Sang Kepenuhan Cinta.

Tanganmu, Tanganku…
Simon dari Kirene terperanjat dari kesadarannya. Pemaksaan terhadapnya membuatnya menjadi terkenal. Orang-orang mengenal dia karena membantu Yesus memanggul salib. Sebuah adegan menarik dalam film “The Passion of Christ”. Dua tangan saling menyilang, yang satu meletakkan pada bahu yang lain, begitu juga sebaliknya. Kenapa harus demikian? Bukankah akan semakin berat? Ya, itulah sahabat. Kau tidak hanya akan mengangkat salib permasalahan hidupnya. Kau juga harus mengangkat tubuh sahabatmu. Itulah pintu kepada cinta yang memahami kehadiran sahabat. Terkadang tanganku kugunakan untuk membantumu, tapi sahabat gunakanlah pula tanganku sebagai tanganmu pula dan marilah kita jalan bersama. Bukankah kita saling merangkul satu dengan yang lain dalam Dia, Sang Kepenuhan Cinta?

Terang dan Gelap…
Jumat Malam hingga sabtu pagi, gelap gulita. Siapa yang dapat dilihat? Tidak ada yang bisa dilihat bahkan berkaca pun tak bisa. Aku berbincang pelan dengan sahabat-sahabatku tapi hanya gelap yang terlihat. Akhirnya, aku duduk tenang dipojok kamarku. Semua manusia, saat itu, sama dihadapanku. Aku tak mengenal mereka lagi, hanya suara dan langkah kaki mereka. Kacamata baru diberikan kepadaku. Aku tidak bisa memilih kepada siapa aku menegur dan berbincang. Satu per satu kusapa dan kutegur ketika berpapasan. Kenal wajahnya? Jelas tidak. Terkadang sahabat ada karena sebuah pilihan dan kecocokan. Lalu Yesus dengan murid-Nya? Bukankah tidak cocok tentang gambaran Kerajaan Allah? Ya, cinta sahabat adalah cinta dalam kegelapan dan cinta itu hadir sebagai terang. Kau tak perlu kenal kepada siapa kau membagikan cinta Allah itu. Berikanlah! Cinta, Sang Kepenuhan Cinta, itu akan menjadi terang di antaramu dan memberikan makna untukku dan untukmu.

Lari, Lari, Lari….
Lari, lari, lari…biarkan aku berjumpa dengan Dia yang aku rindukan. Aku merindukannya karena aku telah menipu diriku juga menolak dirinya. Aku merindukannya karena aku telah membawanya pada kematian. Aku merindukannya karena aku sadar bahwa aku mencintai sahabat yang telah mencintai aku lebih dulu. Mungkin itulah isi hati St. Petrus ketika dia berlari untuk mendapati kubur yang telah kosong. Yang didapatinya adalah kubur kosong. Sebuah pertanda hidup baru, kerinduan akan hidup yang baru. Bukankah seorang sahabat seperti itu ya? Dia merindukan sahabatnya untuk bisa hidup dalam lebih baik, lebih baik dan selalu lebih baik. Bukankah cinta sahabat mendorong orang untuk bergegas memberikan sesuatu yang lebih baik, lebih baik dan selalu lebih baik? Sebuah kerinduan berbagi cinta, seperti Sang Kepenuhan Cinta sendiri.

Paskah baru saja lewat. Tidak, lebih tepatnya baru dimulai bagiku. Sebuah kacamata baru ditunjukkan kepadaku tentang cara pandang kepada mereka yang dipercayakan Tuhan kepadaku. Mungkin dulu aku pernah menolak dan meratapi. Tapi, sekarang aku belajar menerima dan memandang mereka dalam semangat persahabatan. Di dalamnya, pasti sulit dan masih tertatih. Bukankah yang tertatih itu yang akan berdiri tegar dan mampu berlari.

Terima kasih kepada Dia…Sang Paskah
Terima kasih kepada Dia…Sang Guru dan Sahabat
Terima kasih kepada Dia…Sang Kepenuhan Cinta

Terima kasih Paskah…..karena kamu memanggilku Sahabat


Aku  menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. (Yoh 15:15)



Fr. Ambrosius Lolong
Seminari Menengah St. Petrus Canisius
Mertoyudan, Magelang

Minggu, 20 April 2014

Pkl. 23.30 Waktu Setempat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar