A. Gereja dan Sabda Allah
Sambil mendengarkan SABDA ALLAH dengan khidmat dan
mewartakannya penuh kepercayaan, Konsili suci mematuhi amanat S. Yohanes: “Kami
mewartakan kepadamu hidup kekal, yang ada pada Bapa dan telah nampak kepada
kami: Yang kami lihat dan kami dengar, itulah yang kami wartakan kepadamu
supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami, dan persekutuan kita beserta
Bapa dan Putera-Nya Yesus Kristus” (1 Yoh 1: 2-3).
Dei Verbum Art. 1
Konsili Vatikan II menandai tahapan baru dalam sejarah Gereja. Paus
Yohanes XXIII menyebut konsili ini sebagai peristiwa Pentakosta Baru. Unsur
yang paling penting dalam peristiwa itu adalah transformasi. Gereja yang
tertutup menyadari peranan dan perutusannya bagi dunia. Ini terjadi berkat daya
kekuatan Roh Kudus. Roh Kudus menghendaki agar Gereja menjadi terang bagi bangsa-bangsa
dan suatu komunitas yang dapat ikut merasakan kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan manusia dewasa ini terutama yang miskin dan terlantar. Untuk dapat
menanggapi panggilan dan perutusan itu, Gereja harus mendengarkan Sabda Allah
dan mengalami kehadiran Allah dalam hidupnya. Hal ini berasal dari jati diri
Gereja sendiri yang bukan pertama-tama sebuah lembaga melainkan Umat Allah yang
dihimpun oleh sabda Allah yang hidup. Gereja adalah Umat Allah yang dipanggil
dan dihimpun oleh Allah yang bersabda dan berkarya dalam sejarah. Sabda dan
karya Allah itu dinyatakan kepada kita di dalam kitab suci. Oleh karena itu,
Kitab Suci merupakan dasar bagi kehidupan Gereja dan diharapkan menentukan
ciri-ciri keberadaannya di dalam sejarah.
Gereja yang dipahami sebagai umat Allah yang berhimpun karena sabda Allah
itu menjadikan kitab suci sebagai sumber inspirasi bagi kehidupannya. Setiap
segi kehidupan yang diperjuangkan, setiap keputusan dan pilihan yang diambil
sungguh diperjuangkan dan diambil berdasarkan atau sesuai dengan semangat Yesus
Kristus yang terungkap dalam kitab suci. Dengan demikian, cara pandang dan cara bertindak Gereja
senantiasa menggunakan cara pandang dan cara bertindak Yesus Kristus. Di saat
yang sama, Gereja memiliki tugas untuk meneruskan sabda Allah, baik dalam
pewartaan maupun dalam karya.
B. Wahyu
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, wahyu dimengerti sebagai petunjuk dr Allah yg diturunkan hanya kpd para nabi dan
rasul melalui mimpi dsb. Mungkin pengertian ini masih bersifat umum. Secara
khusus Gereja merefleksikan wahyu dalam sudut pandang iman Katolik. Demikian
kutipan singkat bagaimana Gereja merefleksikan wahyu,
“dengan kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan
mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (Lih. Ef 1:9); berkat
rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi
daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (Lih. Ef 2:
18)……tata perwahyuan itu terlaksana melalui perbuatan dan perkataan yang amat
erat terjalin, sehingga karya yang dilaksanakan oleh Allah dalam sejarah
keselamatan, memperlihatkan dan meneguhkan ajaran serta kenyataan-kenyataan
yang diungkapkan dengan kata-kata, sedangkan kata-kata menyiarkan karya-karya
dan menerangkan rahasia yang tercantum di dalamnya.”
DV art 2
Dari
pernyataan di atas, kita dapat mengerti beberapa hal yang penting sebagai
hakekat wahyu menurut refleksi iman Gereja.
·
Subyek : Allah
·
Objek : Diri-Nya dan Rahasia kehendak-Nya
·
Motif : dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya
·
Sasaran : manusia
·
Tujuan : menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang
menjadi daging dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi.
·
Cara : Karya dan Kata-Kata (perbuatan dan
perkataan)
Selain itu,
Gereja meyakini bahwa wahyu tidak hanya terjadi begitu saja dan sekali jadi.
Wahyu mengalami proses yang panjang dan sungguh telah dipersiapkan lewat karya
keselamatan-Nya yang unik dan kreatif. Untuk sampai pada kepenuhan wahyu, Allah
telah mempersiapka dengan baik. Berawal dari pembentukkan iman para Bapa
bangsa. Kemudian, Ia membina bangsa pilihan-Nya dengan perantaraan Musa serta
pada nabi. Harapannya adalah supaya bangsa ini mengakui Allah sebagai Allah
satu-satunya yang hidup dan benar, Bapa penyelenggara dan hakin yang adil.
Selain itu, harapan lainnya adalah supaya mereka mendambakan Penebus yang
dijanjikan. Dengan demikian, proses pewahyuan telah dipersiapkan sejak
berabad-abad sebelum Injil.
C. Kristus Kepenuhan Wahyu
Proses pewahyuan yang telah dipersiapkan sejak berabad-abad
sebelum Injil, pada akhirnya, mencapai pemenuhannya dalam diri Yesus Kristus.
Ibr 1: 1-2 menegaskan kepenuhan wahyu ada dalam diri Putera Allah, “setelah
pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara kepada nenek
moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah
berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya, yang telah Ia tetapkan
sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan
alam semesta.”
Kepenuhan wahyu itu terungkap dalam pribadi Yesus Kristus.
Wahyu tidak lagi berupa tulisan atau pesan yang disampaikan oleh para nabi.
Wahyu yang dinantikan dan diharapkan kini telah hadir secara nyata di tengah
kehidupan manusia sehari-hari. Kepenuhan ini terungkap dengan segenap kehadiran
dan penampilan, sabda dan karya, tanda-tanda dan mukjizat-Nya. Namun, kepenuhan
ini menjadi semakin sempurna dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan
dari maut. Kemenangan atas maut ini menjadikan janji Allah untuk senantiasa
menyertai manusia sampai pada titik tanpa harapan sekalipun. Dia membebaskan kita dari kegelapan dosa
serta maut dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal. (DV art 3)
D. Iman: Tanggapan Wahyu
Kepada
siapa Allah menyampaikan kepada wahyu? Jelas, sasaran Allah menyampaikan wahyu
adalah manusia. Bagaimana manusia bersikap dihadapan Allah dan pewahyuannya? Konsili
Vatikan II menegaskan bahwa manusia wajib menyatakan dirinya dalam ketaatan
iman (Rom 16: 26). Namun, manusia tetap memiliki kebebasan dalam menanggapi
wahyu Allah. Kebebasan ini membuat manusia semakin utuh menyerahkan diri kepada
Allah dan dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang
sepenuhnya kepada Allah serta dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu
yang dikurniakan oleh-Nya.
Dalam
proses beriman, manusia tidak pernah berjuang sendiri. Manusia sudah memiliki
rahmat. Dengan rahmat ini, manusia ditolong oleh Allah untuk menyadari
kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, bantuan Roh Kudus
juga membantu manusia untuk menggerakkan dan mengarahkan hati manusia kepada
Allah. Karya Roh Kudus akan menyempurnakan iman manusia melalui kurnia-kurnia-Nya.
TERIMAKSIH. PENJELASAN DOKUMEN INI MENJADI LEBIH MUDAH UNTUK SAYA MENGERTI.
BalasHapusmemudahkan saya untuk memahami dokumen ini..terima kasih
BalasHapusArt 5 nya gak ada ya?
BalasHapus