Rabu, 21 Agustus 2013

Wahyu dan Iman Menurut Dei Verbum artikel 1-5



A. Gereja dan Sabda Allah
Sambil mendengarkan SABDA ALLAH dengan khidmat dan mewartakannya penuh kepercayaan, Konsili suci mematuhi amanat S. Yohanes: “Kami mewartakan kepadamu hidup kekal, yang ada pada Bapa dan telah nampak kepada kami: Yang kami lihat dan kami dengar, itulah yang kami wartakan kepadamu supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami, dan persekutuan kita beserta Bapa dan Putera-Nya Yesus Kristus” (1 Yoh 1: 2-3).
Dei Verbum Art. 1
Konsili Vatikan II menandai tahapan baru dalam sejarah Gereja. Paus Yohanes XXIII menyebut konsili ini sebagai peristiwa Pentakosta Baru. Unsur yang paling penting dalam peristiwa itu adalah transformasi. Gereja yang tertutup menyadari peranan dan perutusannya bagi dunia. Ini terjadi berkat daya kekuatan Roh Kudus. Roh Kudus menghendaki agar Gereja menjadi terang bagi bangsa-bangsa dan suatu komunitas yang dapat ikut merasakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini terutama yang miskin dan terlantar. Untuk dapat menanggapi panggilan dan perutusan itu, Gereja harus mendengarkan Sabda Allah dan mengalami kehadiran Allah dalam hidupnya. Hal ini berasal dari jati diri Gereja sendiri yang bukan pertama-tama sebuah lembaga melainkan Umat Allah yang dihimpun oleh sabda Allah yang hidup. Gereja adalah Umat Allah yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah yang bersabda dan berkarya dalam sejarah. Sabda dan karya Allah itu dinyatakan kepada kita di dalam kitab suci. Oleh karena itu, Kitab Suci merupakan dasar bagi kehidupan Gereja dan diharapkan menentukan ciri-ciri keberadaannya di dalam sejarah.
Gereja yang dipahami sebagai umat Allah yang berhimpun karena sabda Allah itu menjadikan kitab suci sebagai sumber inspirasi bagi kehidupannya. Setiap segi kehidupan yang diperjuangkan, setiap keputusan dan pilihan yang diambil sungguh diperjuangkan dan diambil berdasarkan atau sesuai dengan semangat Yesus Kristus yang terungkap dalam kitab suci. Dengan demikian, cara pandang dan cara bertindak Gereja senantiasa menggunakan cara pandang dan cara bertindak Yesus Kristus. Di saat yang sama, Gereja memiliki tugas untuk meneruskan sabda Allah, baik dalam pewartaan maupun dalam karya.

B. Wahyu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wahyu dimengerti sebagai petunjuk dr Allah yg diturunkan hanya kpd para nabi dan rasul melalui mimpi dsb. Mungkin pengertian ini masih bersifat umum. Secara khusus Gereja merefleksikan wahyu dalam sudut pandang iman Katolik. Demikian kutipan singkat bagaimana Gereja merefleksikan wahyu,
“dengan kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (Lih. Ef 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (Lih. Ef 2: 18)……tata perwahyuan itu terlaksana melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat terjalin, sehingga karya yang dilaksanakan oleh Allah dalam sejarah keselamatan, memperlihatkan dan meneguhkan ajaran serta kenyataan-kenyataan yang diungkapkan dengan kata-kata, sedangkan kata-kata menyiarkan karya-karya dan menerangkan rahasia yang tercantum di dalamnya.”
DV art 2
            Dari pernyataan di atas, kita dapat mengerti beberapa hal yang penting sebagai hakekat wahyu menurut refleksi iman Gereja.
·         Subyek  : Allah
·         Objek   : Diri-Nya dan Rahasia kehendak-Nya
·         Motif    : dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya
·         Sasaran : manusia
·         Tujuan  : menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi.
·         Cara     : Karya dan Kata-Kata (perbuatan dan perkataan)

Selain itu, Gereja meyakini bahwa wahyu tidak hanya terjadi begitu saja dan sekali jadi. Wahyu mengalami proses yang panjang dan sungguh telah dipersiapkan lewat karya keselamatan-Nya yang unik dan kreatif. Untuk sampai pada kepenuhan wahyu, Allah telah mempersiapka dengan baik. Berawal dari pembentukkan iman para Bapa bangsa. Kemudian, Ia membina bangsa pilihan-Nya dengan perantaraan Musa serta pada nabi. Harapannya adalah supaya bangsa ini mengakui Allah sebagai Allah satu-satunya yang hidup dan benar, Bapa penyelenggara dan hakin yang adil. Selain itu, harapan lainnya adalah supaya mereka mendambakan Penebus yang dijanjikan. Dengan demikian, proses pewahyuan telah dipersiapkan sejak berabad-abad sebelum Injil.

C. Kristus Kepenuhan Wahyu
Proses pewahyuan yang telah dipersiapkan sejak berabad-abad sebelum Injil, pada akhirnya, mencapai pemenuhannya dalam diri Yesus Kristus. Ibr 1: 1-2 menegaskan kepenuhan wahyu ada dalam diri Putera Allah, “setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.”
Kepenuhan wahyu itu terungkap dalam pribadi Yesus Kristus. Wahyu tidak lagi berupa tulisan atau pesan yang disampaikan oleh para nabi. Wahyu yang dinantikan dan diharapkan kini telah hadir secara nyata di tengah kehidupan manusia sehari-hari. Kepenuhan ini terungkap dengan segenap kehadiran dan penampilan, sabda dan karya, tanda-tanda dan mukjizat-Nya. Namun, kepenuhan ini menjadi semakin sempurna dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut. Kemenangan atas maut ini menjadikan janji Allah untuk senantiasa menyertai manusia sampai pada titik tanpa harapan sekalipun. Dia membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal. (DV art 3)

D. Iman: Tanggapan Wahyu
Kepada siapa Allah menyampaikan kepada wahyu? Jelas, sasaran Allah menyampaikan wahyu adalah manusia. Bagaimana manusia bersikap dihadapan Allah dan pewahyuannya? Konsili Vatikan II menegaskan bahwa manusia wajib menyatakan dirinya dalam ketaatan iman (Rom 16: 26). Namun, manusia tetap memiliki kebebasan dalam menanggapi wahyu Allah. Kebebasan ini membuat manusia semakin utuh menyerahkan diri kepada Allah dan dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah serta dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya.
Dalam proses beriman, manusia tidak pernah berjuang sendiri. Manusia sudah memiliki rahmat. Dengan rahmat ini, manusia ditolong oleh Allah untuk menyadari kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, bantuan Roh Kudus juga membantu manusia untuk menggerakkan dan mengarahkan hati manusia kepada Allah. Karya Roh Kudus akan menyempurnakan iman manusia melalui kurnia-kurnia-Nya.

3 komentar:

  1. TERIMAKSIH. PENJELASAN DOKUMEN INI MENJADI LEBIH MUDAH UNTUK SAYA MENGERTI.

    BalasHapus
  2. memudahkan saya untuk memahami dokumen ini..terima kasih

    BalasHapus