“Tuhan di Malam Hari”
Selamat datang malam
Selamat datang gelap
Selamat datang sepi
Sendiri....sendiri...masih
sendiri
Sengaja
kubangun di malam hari. Ketika mereka tidur dan masuk dalam dunia tak nyata,
aku berusaha untuk bangkit. Kupaksakan diriku untuk menemukan cintaku, cinta
yang kutemukan ketika seminari menjadi naunganku. Malam ternyata tidak selalu
gelap, langit tidak pernah kelam dan manusia tidak pernah sendiri. Jakarta
telah membuatku takut akan malam. “kau takkan pernah menemukan bintang yang
sesungguhnya karena bintang itu telah kugantikan dengan lampu-lampu penerang
jalan” katanya. Takkan pernah ada bulan yang sesungguhnya di jakarta, itu telah
digantikan oleh lampu-lampu tembak raksasa dari puncak-puncak mall. Lalu apa
itu malam, bulan dan bintang...???
Kebiasaan
tidur malam ternyata punya efek negatif. Tidak terlalu besar tapi kalau tidak
disadari bisa jadi lupa diri. Waktu kecil aku takut pada malam. Bukan karena
malam gelap tapi karena aku takut sendiri. Jangan-jangan semua orang tidur dan
jika aku bangun malam hari, aku pasti sendiri. Kemana aku akan bertanya, pada
siapa aku harus berpegang, mengapa aku sendiri....? Malam memang misterius tapi
tidaklah demikian. Bahkan di tengah laut pun masih ada seratus orang lebih yang
memang mencari nafkah di malam hari. Lihatlah jakarta malam hari, dia tidak
akan pernah tidur.
Ini
adalah malamku kedua di kapal dalam perjalanan menuju kampung halaman yang tak
lagi dijejak sejak dua puluh tahun yang lalu. Gambaran malam jakarta tentu
menjadi latar imajinasiku. Sayang ini di laut dan bukan di jakarta. Semuanya
bertolak belakang. Ketika kubangun dari tidurku, tak ada lagi yang duduk atau
bersenda gurau. Semua terlelap dan aku beranjak keluar. Aku suka ketengangan
ini. Tak ada suara selain suara mesin yang mengoyak ombak dan angin yang
berlari. Cahaya hanya ada di kapal ini dan aku tidak menemukannya di tempat
lain. Tidak! Masih ada tiga cahaya yang aku temukan. Mercusuar, bintang dan
bulan. Dan ketiganya berada di tempat jauh.
Terbesit
sejenak. Inilah sketsa hidup manusia. Apa itu masa depan? Masa yang akan
dialami manusia di kemudian hari, katanya. Tapi siapa yang tahu kejadian apa
yang akan terjadi. Yang nyata hanyalah harapan akan masa depan itu. Manusia
tidak bisa pula mewujudkan harapan sepenuhnya. Tuhanlah yang senantiasa
memberikan masa depan. Manusia bisa berusaha mendekati harapannya. Masa depan
itu seperti malam. Gelap dan sulit menentukan arah tujuan. Terkadang manusia
berdiri sendiri dan terombang-ambing dalam kebingungan. Bisa saja manusia
tersesat jauh dari harapannya.
Bukan
Tuhan kalau dia tidak perhatian dan pengasih. Sejak pertama kali Allah
menciptakan dunia, Dia sudah memikir yang terbaik bagi manusia. Gelap
diidentikan oleh manusia sebagai tanda ke gelapan dimana manusia tidak punya
suatu harapan. Gelap menjadi tanda bahwa dalam hidup manusia selalu ada sisi
jahat atau masa kelam. Gelap menjadi simbol kuasa kegelapan yang menentang
Allah yang Ilahi. Ada begitu banyak persepsi miring terhadap gelap. Tempat
gelap menjadi sarang hantu, kata takhayul orang Indonesia. Tempat gelap adalah
tempat terjadinya tindak kriminal, seperti perampokan, pembunuhan, pemerkosaan,
dll. Segala yang berkaitan dengan gelap hampir selalu negatif.
Oleh
karena itu, Allah menempatkan matahari pada saat terang dan bulan pada saat
gelap. Mengapa Allah perlu menempatkan bulan? Mengapa tidak sekalian saja semua
menjadi gelap supaya sungguh terjadi perbedaan antara siang dan malam, antara
terang dan gelap? toh, bulan tidak bisa menggantikan peran
matahari........
Kehadiran
bulan memang tidak terasa di kota besar seperti Jakarta. Sinar dan gemerlap
kota Jakarta lebih menarik ketimbang memandang langit yang gelap. Maka, orang
akan kesulitan menangkap indahnya bulan, dan juga bintang. Kini aku mengerti
bagaimana indahnya terang bulan dan begitu eloknya taburan bintang. Mereka
tidak hanya sekadar indah karena mereka adalah tanda bagiku, bahwa Allah menyertaiku
dalam masa-masa gelap dan kelam dalam hidupku. Dalam situasi gelap apa pun,
manusia selalu punya secercah sinar harapan. Manusia punya setitik cahaya yang
menjadi pegangan dalam hidup.
Cahaya
itu Bulan. Dan, Bulan itu tanda kehadiran Allah dalam kegelapan hidup manusia.
Fr.
Ambrosius Lolong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar