Kamis, 14 Maret 2013

Tentang Optatam Totius



Sekilas Tentang Optatam Totius
Ringkasan, Tanggapan dan Refleksi


            Gereja Katolik, lewat Konsili Suci, menyadari begitu pentingnya peran para imam. Oleh karena itu, konsili secara khusus memberikan perhatiaannya pada proses pembinaan imam. Tentu saja, hal ini layak untuk dibahas karena pembinaan calon imam memiliki pengaruh terhadap imam dan Gereja. Bentuk perhatian tersebut terungkap dalam dekrit tentang pembinaan imam (Optatam Totius). Ada beberapa hal yang dibahas dalam dekrit ini.
            Pertama, Seiring dengan perkembangan zaman, Gereja perlu mengintegrasikan prinsip dasar iman Kristiani yang sudah ada sejak berabad-abad lalu dengan situasi dan kondisi dunia saat ini. Fakta bahwa ada begitu banyak ragam suku bangsa, budaya, dll. mendorong Gereja untuk melakukan berbagai penyesuaian yang efektif dan efisien dalam pembinaan imam. Dengan situasi dunia saat ini yang semakin terbuka, perlu adanya suatu metode pembinaan imam yang sesuai dengan konteks daerah setempat. Tentunya, hal ini berguna untuk menanggapi kebutuhan pastoral daerah yang siap untuk dilayani.
            Kedua, Gereja perlu menyadari pengembangan panggilan imam secara lebih intensif. Pengembangan panggilan ini tentu menjadi tanggung jawab setiap umat kristiani. Dalam hal ini, peran keluarga dan paroki sungguh bernilai. Lewat tempat inilah, kaum remaja semakin mendalami hidup kristiani yang didasarkan pada semangat iman dan cinta kasih serta sikap bakti. Tentunya, Uskup dan rekan imam juga punya tugas untuk memperhatikan panggilan ini sehingga pada akhirnya, pengembangan panggilan imam ini sungguh menjadi tugas bersama seluruh anggota Gereja.

            Secara khusus, seminari menengah perlu mendapat perhatian lebih. Lewat seminari menengah, kaum remaja sudah secara khusus mendekatkan diri pada panggilan imamat. Untuk itu, pembinaannya perlu disesuaikan dengan hidup imam. Namun, pola dan metode pendidikannya perlu disesuaikan dengan usia, mentalitas dan perkembangan hidup kaum muda. Selain itu, perlu juga pendampingan psikologis yang sehat sehingga kaum remaja semakin memiliki pribadi yang utuh.
            Ketiga, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tata laksana seminari tinggi. Konsili mengingatkan bahwa seluruh pembinaan harus berhubungan erat dengan tujuan pastoral. Para seminaris dibina dengan tujuan supaya mereka seturut teladan Yesus Kristus siap menjadi gembala umat. Para seminaris perlu dipersiapkan pula untuk pelayanan ibadat dan pengudusan. Oleh karena itu, berbagai aspek pembinaan, rohani, intelektual dan disipliner tetap ditujukan untuk kepentingan pastoral.
            Agar pembinaan para seminaris semakin baik, hendaknya dipilihkan para pembimbing seminari yang mumpuni, punya kualitas studi yang baik, pengalaman pastoral yang cukup dan pembinaan yang khas di bidang rohani dan pendidikan. Para pembimbing juga perlu menyadari bahwa hasil pembinaan para seminaris tergantung dari cara mereka berpikir dan bertindak. Tidak hanya itu, para pembimbing seminari juga perlu dibina agar semakin matang dalam pembinaan para seminaris.
            Tidak hanya itu, perlu diadakan pula seleksi terhadap para seminaris. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu ketulusan maksud serta kehendak bebas para calon, kesesuaian hidup mereka untuk imamat dalam bidang rohani, intelektual dan moral serta kesehatan jiwa dan raga. Dalam proses pembinaan para seminaris, hendaknya seminari mampu mendampingi dan menjawab kebutuhan para seminaris untuk semakin serius menjalani hidup imamat yang telah dipilihnya.
            Keempat, peran imam sangat penting dalam kehidupan rohani umat. Mereka menjadi pemimpin yang mengarahkan iman umat pada Allah. Menyangkut peran imam yang penting ini, dalam proses pembinaan para seminaris, pembinaan rohani perlu mendapat sorotan penting. A) para seminaris dibantu untuk semakin mendekatkan dirinya kepada Allah, menyelami misteri Paskah, merasakan persekutuan mesra dengan Allah dan berusaha untuk menjadi secitra dengan Kritstus. Tidak hanya itu, para seminaris juga bisa meneladan sikap hidup Bunda Maria dan merenungkan terus menerus Sabda Allah. Untuk itu, para seminaris perlu didampingi dalam setiap proses latihan rohani yang senantiasa memperkaya kerohanian mereka.
B) sebagai pelayan Gereja, para seminaris juga perlu didampingi agar mereka memiliki sikap bakti kepada Gereja. Setelah menerima tahbisan, imam secara langsung terikat dengan Uskup dan menjadi rekan kerja Uskup dalam pelayanan Gereja. Untuk itu, sejak proses pembinaan, para seminaris dibantu untuk menumbuhkan rasa cinta kasih dengan penuh kerendahan hati terhadap Wakil Kristus. C) para seminaris juga dibina untuk semakin menghayati hidup selibat imam. Selibat ini menjadi tanda penyerahan diri secara utuh kepada Allah. Gaya hidup selibat ini patut disyukuri dan senantiasa dibimbing untuk memiliki sikap rela dan besar hati menerima selibat.
D) para seminaris juga hendaknya dibina untuk mencapai kedewasaan pribadi. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, para pembina bisa menggunakan ilmu psikologi dan pedagogi untuk semakin mengintegrasikan nilai kristiani dengan pribadi mereka. Harapannya, para seminaris semakin memperkuat nilai-nilai luhur dalam hidup mereka. E) selain itu, diharapkan para seminaris memiliki waktu untuk pembinaan rohani yang lebih intensif.
Kelima, para seminaris diharapkan memiliki kemampuan intelektualitas yang baik untuk studi gerejawi. Namun sebelum itu, para seminaris juga perlu dibekali dengan pendidikan humaniora dan ilmiah. Bahasa latin juga perlu dilatih untuk memahami berbagai dokumen-dokumen Gereja. Para seminaris juga belajar filsafat sehingga mereka memiliki pengertian yang mantap dan koheren tetnang manusia, dunia dan Allah. Hal ini tentunya banyak mempengaruhi pola pikir para seminaris dalam menyikapi berbagai kenyataan yang dihadapinya.
Tidak hanya filsafat, para seminaris juga belajar Ilmu Teologi. Lewat inilah, para seminari, sedemikian rupa, sehingga dengan seksama menimba ajaran Katolik dari perwahyuan ilahi, menyelaminya secara mendalam, menjadikannya bahan renungan untuk meningkatkan kehidupan rohani mereka serta mampu mewartakan, menguraikan dan mempertahankan dalam pelayanan di kemudian hari sebagai imam. Untuk itu, para pembimbing perlu menemukan metode pendidikan yang cocok agar para seminaris dapat mengembangkan intelektualitasnya secara seimbang.
Keenam, para seminaris perlu juga mendapatkan pembinaan pastoral menunjang karya mereka nantinya. Para seminaris hendaknya diperkenalkan dengan berbagai bentuk reksa pastoral sehingga mereka memiliki kemampuan nantinya. Tidak hanya itu, mereka juga perlu dibina agar kerasulan yang dipercayakan dapat dikembangkan seturut kepentingan Gereja. Oleh karena itu, mereka layak untuk melatih diri berpastoral lewat praktek langsung. Ketujuh, hal terakhir yang juga penting adalah bina lanjut para imam. Hal ini masih sangat dibutuhkan agar para imam mampu menjawab kebutuhan pastoral sesuai dengan konteksnya.

Tanggapan Pribadi
            Dekrit Optatam Totius merupakan suatu perhatian dan kepedulian Gereja terhadap pembinaan calon imam. Pembahasan yang tercakup di dalamnya adalah garis besar visi yang jelas. OT dengan jelas memaparkan bahwa segala bentuk pembinaan yang dilakukan senantiasa merupakan persiapan untuk para seminaris agar mampu memberikan pelayanan yang maksimal untuk Gereja. Visi inilah yang menjadi pedoman segala bentuk pembinaan calon imam.
            Pertama, saya sependapat dengan OT bahwa para pembimbing seminaris harus memiliki kualitas pribadi yang baik. Para pembimbing perlu memiliki kemampuan intelektualitas yang baik, kerohanian yang matang, pengalaman pastoral yang cukup dan kedewasaan pribadi yang utuh. Posisi pembimbing tentunya memiliki tanggung jawab yang tidak mudah untuk itu kualitas pribadi yang terbaik merupakan figur yang tepat untuk membimbing para seminaris. Namun, pembimbing sendiri juga perlu mendapat pembinaan lebih lanjut agar upaya bimbingannya semakin berkembang, sangat dimungkinkan dialog dan diskusi dengan Uskup agar para seminaris tetap memiliki integritas atau kesatuan dengan keuskupannya.
            Kedua, kerohanian tetap menjadi dasar untuk para seminaris untuk mengembangkan dirinya. Sebelum mengembangkan di bidang lainnya, para seminaris tampaknya perlu menjalin relasi yang utuh dengan Kristus. Ketiga, proses pengembangan intelektualitas harus mendukung kepentingan pastoral. Saya tidak memungkiri adanya suatu minat dan bakat tertentu dalam setiap pribadi. Di sinilah para seminaris juga perlu menyadari minat dan bakatnya agar selaras dengan kepentingan Gereja. Keempat, pembinaan pastoral yang berkelanjutan perlu diperhatikan. Hal ini sangat diperlukan agar para imam semakin kompeten dalam melaksanakan karya pastoral. Beberapa ilmu pengetahuan tambahan, di luar filsafat dan teologi, perlu ditambahkan agar karya pastoral para imam semakin menyapa umat.

Refleksi
            Proses pembinaan bukanlan suatu hal yang mudah. Ada begitu banyak aspek yang perlu diperhatikan dan tampak begitu kompleks. Sebagai seorang seminaris, saya menyadari bahwa pendampingan dan pembinaan yang selama ini saya lakukan tentunya memiliki visi yang jelas. Tak jarang pula, saya mengeluhkan berbagai macam hal. Namun, saya menyadari bahwa segala sesuatunya bukanlah menurut kepentingan saya pribadi. Pembinaan ini memiliki arah yang jelas yaitu berusaha ‘melahirkan’ imam yang siap untuk diutus dan berkarya.
            Saya bersyukur karena segala macam aspek pembinaan ini sungguh dimiliki oleh seminari tinggi ini. Mulai dari pendampingan rohani, intelektualitas, sampai praktek pastoral sudah saya alami. Tentunya, semua ini memiliki nilai-nilai yang semakin mengembangkan pribadi saya. Satu lagi yang juga sudah dimulai oleh seminari tinggi adalah pembinaan para seminaris dengan ilmu psikologi. Hal ini tentunya semakin membantu saya untuk semakin mengenal pribadi secara utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar