Sekilas Tentang Optatam Totius
Ringkasan, Tanggapan dan Refleksi
Gereja Katolik, lewat Konsili Suci,
menyadari begitu pentingnya peran para imam. Oleh karena itu, konsili secara
khusus memberikan perhatiaannya pada proses pembinaan imam. Tentu saja, hal ini
layak untuk dibahas karena pembinaan calon imam memiliki pengaruh terhadap imam
dan Gereja. Bentuk perhatian tersebut terungkap dalam dekrit tentang pembinaan
imam (Optatam Totius). Ada beberapa hal yang dibahas dalam dekrit ini.
Pertama, Seiring dengan perkembangan
zaman, Gereja perlu mengintegrasikan prinsip dasar iman Kristiani yang sudah
ada sejak berabad-abad lalu dengan situasi dan kondisi dunia saat ini. Fakta
bahwa ada begitu banyak ragam suku bangsa, budaya, dll. mendorong Gereja untuk
melakukan berbagai penyesuaian yang efektif dan efisien dalam pembinaan imam.
Dengan situasi dunia saat ini yang semakin terbuka, perlu adanya suatu metode
pembinaan imam yang sesuai dengan konteks daerah setempat. Tentunya, hal ini
berguna untuk menanggapi kebutuhan pastoral daerah yang siap untuk dilayani.
Kedua, Gereja perlu menyadari
pengembangan panggilan imam secara lebih intensif. Pengembangan panggilan ini
tentu menjadi tanggung jawab setiap umat kristiani. Dalam hal ini, peran
keluarga dan paroki sungguh bernilai. Lewat tempat inilah, kaum remaja semakin
mendalami hidup kristiani yang didasarkan pada semangat iman dan cinta kasih
serta sikap bakti. Tentunya, Uskup dan rekan imam juga punya tugas untuk memperhatikan
panggilan ini sehingga pada akhirnya, pengembangan panggilan imam ini sungguh
menjadi tugas bersama seluruh anggota Gereja.
Secara khusus, seminari menengah
perlu mendapat perhatian lebih. Lewat seminari menengah, kaum remaja sudah
secara khusus mendekatkan diri pada panggilan imamat. Untuk itu, pembinaannya
perlu disesuaikan dengan hidup imam. Namun, pola dan metode pendidikannya perlu
disesuaikan dengan usia, mentalitas dan perkembangan hidup kaum muda. Selain
itu, perlu juga pendampingan psikologis yang sehat sehingga kaum remaja semakin
memiliki pribadi yang utuh.
Ketiga, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam tata laksana seminari tinggi. Konsili mengingatkan bahwa
seluruh pembinaan harus berhubungan erat dengan tujuan pastoral. Para seminaris
dibina dengan tujuan supaya mereka seturut teladan Yesus Kristus siap menjadi
gembala umat. Para seminaris perlu dipersiapkan pula untuk pelayanan ibadat dan
pengudusan. Oleh karena itu, berbagai aspek pembinaan, rohani, intelektual dan
disipliner tetap ditujukan untuk kepentingan pastoral.
Agar pembinaan para seminaris
semakin baik, hendaknya dipilihkan para pembimbing seminari yang mumpuni, punya
kualitas studi yang baik, pengalaman pastoral yang cukup dan pembinaan yang
khas di bidang rohani dan pendidikan. Para pembimbing juga perlu menyadari
bahwa hasil pembinaan para seminaris tergantung dari cara mereka berpikir dan
bertindak. Tidak hanya itu, para pembimbing seminari juga perlu dibina agar
semakin matang dalam pembinaan para seminaris.
Tidak hanya itu, perlu diadakan pula
seleksi terhadap para seminaris. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan,
yaitu ketulusan maksud serta kehendak bebas para calon, kesesuaian hidup mereka
untuk imamat dalam bidang rohani, intelektual dan moral serta kesehatan jiwa
dan raga. Dalam proses pembinaan para seminaris, hendaknya seminari mampu
mendampingi dan menjawab kebutuhan para seminaris untuk semakin serius
menjalani hidup imamat yang telah dipilihnya.
Keempat, peran imam sangat penting
dalam kehidupan rohani umat. Mereka menjadi pemimpin yang mengarahkan iman umat
pada Allah. Menyangkut peran imam yang penting ini, dalam proses pembinaan para
seminaris, pembinaan rohani perlu mendapat sorotan penting. A) para seminaris dibantu untuk semakin
mendekatkan dirinya kepada Allah, menyelami misteri Paskah, merasakan
persekutuan mesra dengan Allah dan berusaha untuk menjadi secitra dengan
Kritstus. Tidak hanya itu, para seminaris juga bisa meneladan sikap hidup Bunda
Maria dan merenungkan terus menerus Sabda Allah. Untuk itu, para seminaris
perlu didampingi dalam setiap proses latihan rohani yang senantiasa memperkaya
kerohanian mereka.
B)
sebagai pelayan Gereja, para seminaris juga perlu didampingi agar mereka
memiliki sikap bakti kepada Gereja. Setelah menerima tahbisan, imam secara
langsung terikat dengan Uskup dan menjadi rekan kerja Uskup dalam pelayanan
Gereja. Untuk itu, sejak proses pembinaan, para seminaris dibantu untuk
menumbuhkan rasa cinta kasih dengan penuh kerendahan hati terhadap Wakil
Kristus. C) para seminaris juga
dibina untuk semakin menghayati hidup selibat imam. Selibat ini menjadi tanda
penyerahan diri secara utuh kepada Allah. Gaya hidup selibat ini patut
disyukuri dan senantiasa dibimbing untuk memiliki sikap rela dan besar hati
menerima selibat.
D)
para seminaris juga hendaknya dibina untuk mencapai kedewasaan pribadi. Dengan perkembangan
ilmu pengetahuan sekarang ini, para pembina bisa menggunakan ilmu psikologi dan
pedagogi untuk semakin mengintegrasikan nilai kristiani dengan pribadi mereka.
Harapannya, para seminaris semakin memperkuat nilai-nilai luhur dalam hidup
mereka. E) selain itu, diharapkan
para seminaris memiliki waktu untuk pembinaan rohani yang lebih intensif.
Kelima,
para seminaris diharapkan memiliki kemampuan intelektualitas yang baik untuk
studi gerejawi. Namun sebelum itu, para seminaris juga perlu dibekali dengan
pendidikan humaniora dan ilmiah. Bahasa latin juga perlu dilatih untuk memahami
berbagai dokumen-dokumen Gereja. Para seminaris juga belajar filsafat sehingga
mereka memiliki pengertian yang mantap dan koheren tetnang manusia, dunia dan
Allah. Hal ini tentunya banyak mempengaruhi pola pikir para seminaris dalam
menyikapi berbagai kenyataan yang dihadapinya.
Tidak hanya filsafat, para seminaris juga belajar Ilmu
Teologi. Lewat inilah, para seminari, sedemikian rupa, sehingga dengan seksama
menimba ajaran Katolik dari perwahyuan ilahi, menyelaminya secara mendalam,
menjadikannya bahan renungan untuk meningkatkan kehidupan rohani mereka serta
mampu mewartakan, menguraikan dan mempertahankan dalam pelayanan di kemudian
hari sebagai imam. Untuk itu, para pembimbing perlu menemukan metode pendidikan
yang cocok agar para seminaris dapat mengembangkan intelektualitasnya secara
seimbang.
Keenam,
para seminaris perlu juga mendapatkan pembinaan pastoral menunjang karya mereka
nantinya. Para seminaris hendaknya diperkenalkan dengan berbagai bentuk reksa
pastoral sehingga mereka memiliki kemampuan nantinya. Tidak hanya itu, mereka
juga perlu dibina agar kerasulan yang dipercayakan dapat dikembangkan seturut
kepentingan Gereja. Oleh karena itu, mereka layak untuk melatih diri
berpastoral lewat praktek langsung. Ketujuh, hal terakhir yang juga
penting adalah bina lanjut para imam. Hal ini masih sangat dibutuhkan agar para
imam mampu menjawab kebutuhan pastoral sesuai dengan konteksnya.
Tanggapan Pribadi
Dekrit Optatam Totius merupakan
suatu perhatian dan kepedulian Gereja terhadap pembinaan calon imam. Pembahasan
yang tercakup di dalamnya adalah garis besar visi yang jelas. OT dengan jelas
memaparkan bahwa segala bentuk pembinaan yang dilakukan senantiasa merupakan
persiapan untuk para seminaris agar mampu memberikan pelayanan yang maksimal
untuk Gereja. Visi inilah yang menjadi pedoman segala bentuk pembinaan calon
imam.
Pertama, saya sependapat dengan OT
bahwa para pembimbing seminaris harus memiliki kualitas pribadi yang baik. Para
pembimbing perlu memiliki kemampuan intelektualitas yang baik, kerohanian yang
matang, pengalaman pastoral yang cukup dan kedewasaan pribadi yang utuh. Posisi
pembimbing tentunya memiliki tanggung jawab yang tidak mudah untuk itu kualitas
pribadi yang terbaik merupakan figur yang tepat untuk membimbing para
seminaris. Namun, pembimbing sendiri juga perlu mendapat pembinaan lebih lanjut
agar upaya bimbingannya semakin berkembang, sangat dimungkinkan dialog dan
diskusi dengan Uskup agar para seminaris tetap memiliki integritas atau
kesatuan dengan keuskupannya.
Kedua, kerohanian tetap menjadi
dasar untuk para seminaris untuk mengembangkan dirinya. Sebelum mengembangkan
di bidang lainnya, para seminaris tampaknya perlu menjalin relasi yang utuh
dengan Kristus. Ketiga, proses pengembangan intelektualitas harus mendukung
kepentingan pastoral. Saya tidak memungkiri adanya suatu minat dan bakat
tertentu dalam setiap pribadi. Di sinilah para seminaris juga perlu menyadari
minat dan bakatnya agar selaras dengan kepentingan Gereja. Keempat, pembinaan
pastoral yang berkelanjutan perlu diperhatikan. Hal ini sangat diperlukan agar
para imam semakin kompeten dalam melaksanakan karya pastoral. Beberapa ilmu
pengetahuan tambahan, di luar filsafat dan teologi, perlu ditambahkan agar
karya pastoral para imam semakin menyapa umat.
Refleksi
Proses pembinaan bukanlan suatu hal
yang mudah. Ada begitu banyak aspek yang perlu diperhatikan dan tampak begitu
kompleks. Sebagai seorang seminaris, saya menyadari bahwa pendampingan dan
pembinaan yang selama ini saya lakukan tentunya memiliki visi yang jelas. Tak
jarang pula, saya mengeluhkan berbagai macam hal. Namun, saya menyadari bahwa
segala sesuatunya bukanlah menurut kepentingan saya pribadi. Pembinaan ini
memiliki arah yang jelas yaitu berusaha ‘melahirkan’ imam yang siap untuk
diutus dan berkarya.
Saya bersyukur karena segala macam
aspek pembinaan ini sungguh dimiliki oleh seminari tinggi ini. Mulai dari
pendampingan rohani, intelektualitas, sampai praktek pastoral sudah saya alami.
Tentunya, semua ini memiliki nilai-nilai yang semakin mengembangkan pribadi
saya. Satu lagi yang juga sudah dimulai oleh seminari tinggi adalah pembinaan
para seminaris dengan ilmu psikologi. Hal ini tentunya semakin membantu saya
untuk semakin mengenal pribadi secara utuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar