Maria
Antara
Protestan, Ortodoks dan Katolik
1.
Pengantar
Maria adalah sosok yang sangat
terkenal dalam kehidupan spiritual umat Kristiani. Maria dikenal sebagai Bunda
dari Tuhan Yesus. Injil Sinoptik juga menyebutkan Maria dalam kisah kehidupan
Yesus Kristus. Dan, dalam perkembangannya, sosok Maria mendapat tempat yang
istimewa dalam kehidupan beriman umat Katolik. Banyak orang menggali
inspirasi-inspirasi dengan merenungkan kehidupan Maria yang ada dalam Kitab
Suci.
Tidak semua Gereja memandang peran
Maria. Ada berbagai pandangan mirip. Namun, untuk melihat itu lebih jauh,
pembahasan tentang Maria tidak bisa dilepaskan dari hubungan Maria dengan Sang
Putra, Yesus Kristus. Kedudukan Yesus Kristus memberikan dampak besar kepada
Maria dan pandangan Gereja terhadap Maria sendiri.
Dalam paper ini, saya akan mencoba
menggali pandangan Gereja Protestan dan Gereja Ortodoks tentang Maria. Selanjutnya,
saya juga akan membandingkannya dengan pandangan Gereja Katolik. Pada bagian
akhir, saya mencoba memberikan kesimpulan dan saran berdialog.
2.
Gereja Protestan dan Maria
Dalam perkembangan sejarah Gereja,
Gereja Protestan merupakan suatu gerakan yang memisahkan diri dari Gereja
Katolik. Perpecahan ini dipelopori oleh beberapa tokoh reformator Protestan,
antara lain adalah Martin Luther, John Calvin dan Ulrich Zwingli. Sejak itu,
Protestan memiliki pemikiran teologi yang cukup berbeda dari Gereja Katolik
dan, pada akhirnya, memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan iman umat Protestan.
Pada bagian ini, secara khusus, saya ingin memaparkan bagaimana Gereja
Protestan memandang Maria.
Maria adalah salah satu tokoh yang
ada dalam Kitab Suci dan peranannya sangat jelas dalam kehidupan Yesus Kristus.
Namun, Gereja Protestan memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat sosok
Bunda Maria. Dalam praktek kehidupan beriman sehari-hari, kita tidak akan
menemukan adanya suatu devosi secara khusus oleh umat Protestan kepada Bunda
Maria. Untuk itu, kita perlu melihat sesuatu yang melatar belakanginya.
Ketika membahas hubungan Gereja
Protestan dengan Maria, kita tidak bisa melepaskan pula hubungan Maria dan
Yesus Kristus. Dalam Gereja Protestan, Maria disebut hanya selama masa Natal.
Selain itu, Maria juga disebut pada masa Paskah dalam hubungannya dengan para
pengikut Yesus. Maria tidak memiliki peranan penting dalam sejarag iman
Kristiani[1].
2.1 Dasar dan
Praktek Iman
Untuk
mengetahui alasan umat Protestan tidak memiliki devosi khusus kepada Bunda
Maria, kita perlu mengetahui dasar iman yang menjadi dasar penghayatan praktek
hidup sehari-hari. Secara umum, kehidupan iman umat Protestan didasarkan pada
tiga pilar penting, yaitu Sola Fide, Sola Gratia dan Sola Scriptura.
Sola Fide menegaskan bahwa hanya karena iman manusia memperoleh keselamatan.
Sola Gratia menegaskan bahwa rahmat Allah menyelamatkan manusia. Sola Scriptura
menegaskan bahwa Kitab Suci adalah sumber dan dasar beriman. Atas dasar inilah,
umat Protestan mengimani imannya. Namun, tentang Maria, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu bagaimana umat Protestan menghayati misteri Inkarnasi, peran Yesus
dan mediator doa lainnya.
Tentang paham inkarnasi, umat
Protestan meyakini bahwa Allah menjadi manusia dalam rupa Yesus Kristus. Pribadi
Yesus diyakini sebagai perantara Allah dan manusia. Karya keselamatan dilakukan
hanya oleh Yesus dan Yesus menghantar manusia kepada Allah. Yesus adalah
satu-satunya perantara. Kitab Suci menegaskan bahwa “Akulah Jalan, Kebenaran,
dan Hidup” (Yoh 14:6).
Kehidupan beriman umat Protestan
begitu menekankan diri dengan pribadi Yesus Kristus. Mereka meyakini bahwa
keeslamatan didapat karena iman akan Yesus Kristus. Adanya suatu hubungan
langsung antara manusia dengan Tuhan. Yesus adalah satu-satunya perantara
manusia dengan Tuhan dan hal ini dapat ditemukan dalam misteri inkarnasi.
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, Yesus, Allah yang menjadi manusia,
diyakini sebagai mediator tunggal. Lewat Yesus, hubungan Allah dan manusia
dihubungkan kembali.
Penekanan pada pribadi Yesus
memberikan kesan eksklusif dalam praktek kehidupan beriman. Eksklusif yang saya
maksudkan adalah bahwa umat Protestan tidak memberikan tempat bagi
pribadi-pribadi atau sarana-sarana lain yang bisa menghantar umat kepada Allah.
Dalam Gereja Katolik, sakramen mendapat tempat istimewa karena diimani sebagai
tanda dan sarana keselamatan Tuhan. Protestan dengan tegas menolak konsep
sakramen ini. Hanya beberapa sakramen yang diakui, yaitu permandian (Baptis)
dan perjamuan (Ekaristi). Untuk sakramen-sakramen lain, Protestan menolak
karena tidak memiliki dasar biblis yang kuat. Hal yang sama juga berlaku pada
konsep para orang kudus. Penetapan manusia sebagai orang kudus tidak memiliki
dasar dalam kitab suci.
Atas dasar kutipan Yohanes 16:4, umat
Protestan meyakini bahwa iman tidak memberikan tempat bagi sarana lain selain
Yesus yang menjadi perantara Allah dengan manusia. Dari gambaran ini, saya
menangkap bahwa tiga dasar iman Protestan mendapat tempat utama untuk
menentukan praktek hidup beriman. Mediasi atau keperantaraan doa manusia kepada
Allah tidak begitu mendapat sorotan karena iman mereka tertuju langsung kepada
Allah dan hal ini mendapat dasar biblis yang kuat. Jika umat Protestan
mengabaikan adanya suatu perantara, baik sakramen maupun orang kudus, lalu bagaimana
dengan sosok Maria yang dalam kisah hidup Yesus punya peran?
2.2 Pandangan terhadap Maria
Iman
Katolik memberikan ruang instrumental manusia antara manusia dengan Tuhan. Para
orang kudus diakui bahwa mereka memiliki rahmat khusus yang membuat mereka
memiliki relasi yang begitu dekat dengan Tuhan. Serupa dengan para orang kudus,
Maria mendapat tempat istimewa karena Maria dipilih khusus oleh Allah menjadi
ibu dari Tuhan Yesus.
Protestan
memiliki kesulitan untuk mengakui peran Maria dalam ekonomi keselamatan Allah. Mereka
meyakini ketuhanan Yesus tanpa lualifikasi-kualifikasi atau syarat-syarat
tertentu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai kisah dalam Kitab Suci.
Namun, pandangan kepada Yesus tidak bisa secara otomatis juga menjadi pandangan
bagi Maria. Katolik menyebut Maria sebagai Bunda Allah dan orang kristen
pertama; untuk dikasihi dan juga menghantar kita pada Cinta Kristus, untuk
ditiru dan juga memimpin pada keserupaan dengan Kristus; disebut berbahagia dan
diberkati di antara wanita dan juga menjadi figur bagi kita untuk memuji Allah.
Namun, dari itu semua, umat Protestan meyakini bahwa Maria tidak diminta secara
khusus sebagai perantara manusia dengan Tuhan atau dinobatkan sebagai perantara
kita dengan Kristus[2].
Keperantaraan
Maria masih menjadi topik perdebatan antara Katolik dan Protestan. Dalam
pandangan Protestan, sejak Adam jatuh pada dosa, seluruh umat manusia dikandung
dan dilahirkan dengan dosa. Kerusakan akibat dosa ini menyelimuti hidup manusia
dan menghancurkan kebebasan manusia. Manusia tidak memiliki apa-apa lagi
kecuali nama. Tanpa kebebasan untu memilih, kepantasan menjadi tidak mungkin.
Tanpa kepantasan, kita tidak bisa berbicara tentang orang kudus atau derajat
kesucian atau seagala sesuatu yang terkait dengan kekudusan.
Semua manusia sederajat dalam
kedosaan yang disebabkan oleh Adam. Tidak memiliki kekuatan dan kepantasan
untuk menjadi perantara manusia dengan Allah. Sepanjang hidup manusia, kita
tidak mampu melakukan sesuatu yang berharga untuk surga dan setelah meninggal
juga tidak bisa memohonkan sesuatu bagi mereka yang masih tinggal di dunia[3].
Hal yang sama juga berlaku bagi Maria. Maria tidak bisa melakukan sesuatu bagi
umat manusia sekalipun mendapat tugas
sebagai ibu Tuhan. Dia tetaplah seorang yang berdosa dan tidak mampu memberikan
rahmat yang kita butuhkan.
Dengan demikian, Maria diyakini
sebagai seorang pribadi yang sederajat dengan dengan manusia pada umumnya.
Maria memang dipilih menjadi ibu bagi Yesus Kristus namun tidak pernah dimohon
sebagai perantara manusia dengan Allah. Karena kesederajatannya dengan manusia,
Maria tidak bisa menjadi perantara dan hanya Yesus lah satu-satunya perantara. Oleh
karena itu, dalam praktek kehidupan beriman umat Protestan, mereka tidak
menempatkan Maria pada tempat yang khusus dalam relasi Allah dan manusia.
Pandangan ini merupakan perkembangan
pemikiran para teolog Protestan. Namun, kita perlu mengetahui bagaimana para
pelopor Protestan memandang Maria? Apakah ada perbedaan atau pergeseran
pandangan tentang Maria?
2.3 Maria di Mata Para Pelopor
Protestan
Pada
bagian ini, saya ingin menunjukkan bahwa Maria mendapat perhatian dari para
pelopor Protestan. Ada tiga tokoh pelopor Protestan, yaitu Martin Luther, John
Calvin dan Ulrich Zwingli. Ketiga tokoh ini memiliki pandangan yang serupa
terhadap sosok Bunda Maria.
2.3.1
Martin Luther
Luther
menghormati Maria sebagai Bunda Allah. Dia berpandangan bahwa hasil konsili
Efesus bukanlah sesuatu anggapa baru terhadap Maria. Status Maria sebagai Bunda
Allah sudah ada dalam Kitab Suci. Luther juga meyakini bahwa Maria dikandung
tanpa noda. Baginya, rahmat yang luar biasa terhadap Maria. Rahmat luar biasa
inilah yang menghapus dosa Maria dari dosa asal.
Terhadap
praktek penghormatan terhadap Maria, Luther menyampaikan “Apakah
hanya Kristus sendiri yang patut disembah? Atau apakah Bunda Tuhan yang suci
tidak patut dihormati? Ini adalah sang perempuan yang menghancurkan kepala Sang
Ular [Iblis]. Dengarkanlah kami. Sebab Putera-Mu tidak akan menolak apapun
dari-Mu”[4].
Dari pernyataan ini, kita dapat mengetahui bahwa Luther tetap menghormati
Maria.
2.3.2
John Calvin
Tidak jauh
berbeda dengan Martin Luther. Calvin juga memiliki perhatian kepada Maria.
Dalam pandangan Calvin, Maria adalah sungguh Bunda Allah. Hal ini disampaikan
oleh Elizabeth dan tertulis dalam Kitab Suci. Terhadap praktek penghormatan
terhadap Maria, Calvin berpendapat “Sampai pada saat ini kita tidak dapat menikmati
rahmat yang diberikan kepada kita di dalam Kristus, tanpa pada saat yang sama
berpikir bahwa Tuhan telah memberikan sebagai hiasan dan penghormatan kepada
Maria, dengan menghendakinya sebagai ibu dari Putera-Nya yang tunggal”[5] bagi Calvin, Maria patut mendapat penghormatan atas
jawaban positifnya terhadap panggilan Allah. Tidak hanya itu, Calvin juga
berpendapat bahwa Maria adalah sosok yang patut dijadikan teladan sebagai orang
beriman.
2.3.3
Ulrich Zwingli
Sejajar
dengan Calvin dan Luther, Zwingli juga menghormati Maria sebagai Bunda Allah.
Dia menyatakan, “Aku sangat yakin bahwa Maria, sesuai dengan
perkataan Injil sebagai seorang Perawan murni yang melahirkan bagi kita Putera
Allah dan pada saat melahirkan dan setelah melahirkan selamanya tetap murni,
tetap perawan.”[6]
Dari pernyataan ini, Zwinglli mengakui dan juga menghormati peranan Maria
sebagai ibu Tuhan Yesus.
Dari ketiga tokoh pelopor Protestan
ini, saya dapat menyimpulkan bahwa mereka memberikan berikan tempat yang
istimewa bagi Bunda Maria. Maria mendapat pengakuan dan dihormati secara
pribadi. Namun, dalam perkembangan teologi Protestan yang menekankan peranan
tunggal Yesus sebagai perantara manusia dan Allah, peranan Maria mulai
tersingkir bahkan tidak ada suatu bentuk penghormatan khusus bagi Maria.
3.
Gereja Ortodoks dan Maria
Gereja
Ortodoks memiliki pandangan yang berbeda dengan Protestan tentang Bunda Maria.
Ortodoks masih memberikan tempat bagi Maria. Maria memiliki peran yang penting
dalam kehidupan Yesus dan dapat dijadikan panutan bagi umat Ortodoks. Sepanjang
sejarah Gereja, Gereja Ortodoks memiliki kesamaan pandangan. Pada masa awal
perkembangan sejarah, ada tujuh konsili ekumenis yang dilaksanakan antara
Gereja Barat dan Gereja Timur. Dari antara ketujuh konsili ini, terdapat pula
topik yang membahas tentang kedudukan Bunda Maria. Tentu saja, pembahasan
tentang Bunda Maria, sekali lagi, sangat berhubungan dengan Kristologi.
Namun,
dalam perkembangan Gereja selanjutnya, apalagi setelah terjadinya skisma timur
yang memisahkan Gereja Barat dan Gereja Timur, Gereja Ortodoks memiliki
pandangan yang berbeda. Penghormatan terhadap Maria bukanlah sesuatu yang
populer dan kurang diminati sekalipun diakui pernanannya. Dan, refleksi Gereja
Ortodoks tentang Maria berpusat pada Injil Matius dan Lukas.
3.1 Pandangan Umum
Bagi
umat kritsen Ortodoks, devosi kepada Bunda Maria bukanlah praktek iman yang
populer. Namun, mereka masih merefleksikan pribadi Bunda Maria. Setidaknya ada
tiga hal. Pertama, jawaban Maria atas pemberitahuan kelahiran Yesus. Maria
memberikan tanggapan positif kepada Allah atas rencana yang melibatkan dirinya.
Artinya, Maria punya peranan penting dalam rencana keselamatan Allah. Di sini,
Maria dapat dijadikan sebagai panutan karena mau menjalin relasi dengan Allah
dengan tanggapan positifnya.
Kedua,
pandangan bahwa manusia adalah Hawa ‘baru’. Hawa ‘lama’ telah jatuh ke dalam
dosa dan merusak hubungan dengan Allah. Bagi umat Ortodoks, Maria adalah wanita
yang mau menjawab tawaran Allah. Dia menjadi pembaharu bagi sosok hawa ‘lama’.
Ketaatannya kepada Allah menjadikan Maria sebagai Hawa ‘baru’. Ketaatannya
dipandang sebagai suatu sikap yang sinergi dan kooperatif dengan Allah dalam
mewujudkan rencana keselamatan bagi umat manusia[7].
Ketiga,
Maria dipandang sebagai orang kudus yang sempurna (perfect saint)[8].
Maria tidak mengetahui apa sesungguhnya rencana Allah. Hanya sebuah tawaran
sebagai ibu Tuhan yang diberikan Allah. Dia menyanggupi dan menerima bahwa
dirinya telah dipilih. Namun, sepanjang hidupnya, Maria terus mencari dan
mengerti misi keselamatan Allah. Keinginan dan ketaatannya pada Tuhan
menjadikannya sebagai orang kudus yang sempurna.
3.2 Konsili Efesus (Tahun 431)
Konsili
Efesus merupakan konsili ekumenis ketiga. Topik yang dibahas adalah seputar
permasalahan kristologi. Namun, di dalamnya, juga terkait tentang kedudukan
Maria. Untuk itu, tidak salahnya untuk melihat sejenak konsili ini karena
menjadi pendasaran bagi iman kristiani tentang Bunda Maria. Konsili ini
diadakan sebagai seabgai tanggapan atas bidaah nestorianisme. Bidaah ini
menekankan hakikat kemanusiaan Yesus dan menyingkirkan hakikat keallahan-Nya.
Dalam
pemikiran bidaah ini, Maria bukanlah Bunda Allah melainkan Bunda Kristus.
Namun, konsili menegaskan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia.
Berikut ini saya petikan satu keputusan dalam konsili tersebut:
If anyone does not confess that the flesh of the Lord is life-giving
and belongs to the Word from God the Father, but maintains that it belongs to
another besides him, united with him in dignity or as enjoying a mere divine
indwelling, and is not rather life-giving, as we said, since it became the
flesh belonging to the Word who has power to bring all things to life, let him
be anathema[9].
Berdasarkan
ketetapan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia, kedudukan Maria
dinyatakan sebagai Bunda Allah. Perawan Maria adalah Theotokos,
karena dia bukan melahirkan seorang manusia, melainkan melahirkan Allah sebagai
seorang manusia. Persatuan kedua hakikat Kristus terjadi sedemikian rupa
sehingga yang satu tidak mengganggu yang lainnya.
3.3 Dogma Maria tetap Perawan
Gereja
Ortodoks mengakui bahwa Maria tetap perawan sekalipun ia sudah melahirkan Tuhan
Yesus. Mereka mendasarkan dogma ini berdasarkan pada Injil Matius dan Lukas.
Tidak hanya itu, kisah kelahiran Yesus dalam kedua Injil tersebut menjadi
rumusan dalam Konsili Ekumenis Pertama, ”dan untuk keselamatan kita turun dari
surga dan diinkarnasikan oleh Roh Kudus dan Perawan Maria dan menjadi manusia”[10].
Berdasarkan refleksi para Bapa Gereja pada masa Konsili Ekumenis pertama ini,
Gereja Ortodoks mempertahankan gambaran Maria sebagai wanita yang tetap
perawan.
Beberapa
pewarta memberikan dasar biblis untuk mendukung bahwa Maria adalah wanita yang
terbekati dan perawan. Kisah pemberitahuan kelahiran Yesus oleh Malaikat Agung
Gabriel kepada Maria dan diinspirasikan pula dalam perkataan Elisabeth,
“siapakah aku ini sehingga ibu Tuhan datang kepadaku?”, para pewarta ini ingin
menunjukkan bahwa Maria adalah sosok wanita yang dipilih secara khusus. Berkat
yang melimpah kepada Maria, sebagaimana disampaikan oleh Gabriel, merupakan
suatu berkat kesucian yang mendukung Maria sebagai wanita yang tetap perawan.
Namun, Gereja Ortodoks juga mendapat
perlawanan dari kelompok bidaah tentang dogma ini. Para kelompok bidaah tidak
menyetujui bahwa Maria adalah wanita yang tetap perawan. Argumen yang mereka
gunakan adalah penyebutan saudara dan saudari Yesus dalam Injil. Injil
mengisahkan bahwa Yesus memiliki saudara dan saudari. Para kelompok bidaah ini
memandang bahwa Maria memiliki anak-anak yang lain selain Yesus. Berhadapan
dengan pandangan bidaah ini, Gereja Ortodoks berpandangan bahwa mereka adalah
sepupu Yesus. Mereka meyakini bahwa kehadiran saudara-saudari Yesus ini adalah
hasil pernikahan Yosep sebelum mempersunting Maria. Maria hanya memiliki satu
anak, yaitu Yesus Kristus.
3.3 Dogma Maria sebagai Theotokos
Keyakinan bahwa Putra Allah menjadi
manusia dalam pribadi Yesus Kristus memberikan dampak yang mengikat bagi Bunda
Maria. Karena Yesus diyakini sebagai Tuhan yang menyelamatkan manusia, Maria
pun secara langsung mendapatkan imbasnya. Maria disebut sebagai Bunda Tuhan (Theotokos)
karena dia yang melahirkan Yesus.
Sebutan ini mendapatkan pendasarannya
dalam surat Paulus. Pertama, Paulus menulis surat kepada jemaat di Galatia
demikian ”ketika kepenuhan waktu tiba, Tuhan mengirimkan Putra-Nya yang lahir
dari seorang perempuan (Gal 4:4). Pernyataan ini menunjukkan kebenaran bahwa
seorang wanita melahirkan Putra Allah. Kedua, dalam surat Paulus yang pertama
kepada Timotius, ”Tuhan, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia” (I
Tim 3:16). Pernyataan ini menunjukkan bahwa Allah menjadi sungguh manusia.
Tentu, hal ini dapat terlaksana penuh jika Putra Allah dilahirkan oleh seorang
wanita[11].
Pengakuan bahwa Maria adalah Bunda Tuhan
juga diungkapkan oleh Elisabeth. Lihatlah Lukas 1: 41-44, diceritakan bahwa
dalam terang Roh Kudus, Elisabeth memanggil Maria dengan sebutan Ibu Tuhan.
Pernyataan Elisabeth yang eksplisit ini diyakini oleh Gereja Ortodoks akan
gambaran Maria sebagai Ibu dari Tuhan Yesus. Dalam perkembangan Gereja
abad-abad pertama, para Bapa Gereja mendukung gagasan ini. Sebagai contoh:
Santo Ireneus dan Santo Ignatius menyatakan bahwa ”Tuhan kita Yesus Kristus ada
dalam rahim Maria”, ”Allah menjadi daging dari Perawan Maria”.[12]
Dogma ini mendapat pertentangannya dari
Nestorius. Nestorius berpandangan menitikberatkan sisi kemanusiaan Yesus. Dia
tidak mengakui bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Sisi
keallahan Yesus dikecilkan atau diabaikan. Hal ini tentu berpengaruh pada peran
Bunda Maria. Maria disebut sebagai Bunda Kristus (Christotokos).
3.4 Pertentangan Ortodoks dan Katolik Roma
Pada
tahun 1854, Paus Pius IX mengeluarkan dogma baru tentang Maria, yaitu dogma
Maria yang dikandung tanpa noda. Gereja Katolik berpendapat bahwa dosa asal
pada diri Maria terhapus oleh rahmat yang luar biasa dari Tuhan. Selanjutnya, pada
tahun 1950, Gereja Katolik, mengeluarkan kembali dogma tentang Maria. Paus Pius
XII mengeluarkan dogma Maria diangkat ke surga. Argumennya adalah penghapusan
dosa Maria memberikan dampak bahwa dia tidak dapat mati. Penghapusan dosa ini
membuat Maria lepas dari hukum kematian badan.
Pendeklarasian
kedua dogma ini mendapat sanggahan dari Gereja Ortodoks. Gereja Ortodoks tidak
menolak sistem argumen Gereja Katolik yang berpusat pada dosa asal. Dalam
pandangan Gereja Ortodoks, dosa Adam telah membuat semua manusia jatuh dalam
dosa. Berdasar pada ajaran Kitab Suci, hanya Yesus Kristus-lah yang dalam
diri-Nya bebas dari dosa Adam. Yesus adalah manusia baru, Adam ‘baru’. Dalam
hal ini, Maria sama dengan manusia yang juga berdosa dan membutuhkan rahmat
keselamatan. Lalu bagaimana Maria bisa diakui sebagai seorang yang tidak
bernoda? Jawabannya, ketidakberdosaan Maria merupakan buah dari persatuan
spiritual dirinya dnegan Tuhan dan atas rahmat yang berlimpah baginya.
Terkait
dengan dogma Maria diangkat ke surga, Gereja Ortodoks memberikan tanggapan
bahwa pengakuan akan Maria diangkat ke surga telah diakui oleh para patriark
Ortodoks sejak tahun 1672. Mereka meyakini bahwa Ibu Tuhan diangkat ke surga.
Juvelianus menambahkan bahwa, seturut tradisi kuno, saksi kebangkitan itu
adalah St. Thomas Rasul. Ketika Thomas datang, kuburan Maria telah terbuka dan
tubuhnya sudah tidak ada, dan sebagaimana telah diwahyukan kepada para Rasul,
bahwa tubuhnya terangkat ke surga. Berdasarkan tradisi ini, Gereja Ortodoks
mengakui bahwa Maria diangkat ke surga. Namun, bagi Gereja Ortodoks, Gereja
tidak bijak dengan menjadikan tradisi sebagai suatu kebenaran yang fundamental
atau sebagai dogma bagi iman kristiani.
4. Maria dalam Gereja Katolik
Jika dibandingkan dengan Gereja
Protestan dan Ortodoks, Gereja Katolik memberikan tempat yang sangat istimewa
kepada Bunda Maria. Praktek penghormatan kepada Bunda Maria pun banyak
dilakukan oleh umat Katolik. Misalnya, Doa Rosario, Legio Mariae, Litani Santa
Perawan Maria, Novena Tiga Salam Maria, Ziarah Gua Maria, dll. Bentuk-bentuk
penghormatan ini menjadi bukti konkret bahwa Maria adalah pribadi yang
berpengaruh dalam iman umat Katolik.
4.1. Maria
dan Inkarnasi
Iman Katolik menyakini bahwa Allah
menjadi manusia dalam pribadi Yesus Kristus. Rasul Paulus mengungkapkan bahwa
Allah mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba. Tentunya, wujud
manusia memerlukan suatu perantara seorang wanita sehingga Allah yang menjadi
manusia menjadi sungguh nyata sebagai manusia. Dalam rencana keselamatan ini,
Allah memilih Maria sebagai wanita yang akan mengandung dan melahirkan Yesus.
Maria memberikan persetujuan kepada malaikat Gabriel yang menyampaikan kabar
baik ini.
Di sinilah hubungan peranan Maria
dan Misteri Inkarnasi Allah. Persetujuan Maria sangat penting karena secara
pribadi, Maria mau menjawab wahyu Allah kepada manusia. persetujuan Maria
menjadi lambang iman manusia kepada Allah yang mau bekerja sama dan mau
diselamatkan. Dengan demikian, kesediaan Maria terhadap tawaran Allah ini
adalah pintu untuk memulai keselamatan dunia. Kelahiran Yesus memberikan peran
khusus bagi Maria, yaitu sebagai Bunda Allah. Hal ini ditetapkan dalam Konsili
Efesus.
4.2. Dogma
Maria Dikandung Tanpa Noda dan Maria Diangkat ke Surga
Peran Maria yang banyak memberikan
inspirasi baru bagi umat manusia memberikan tempat yang istimewa bagi Bunda
Maria. Pada akhirnya, Gereja mengeluarkan dua dogma tentang Maria. Isi tentang
dogma ini tidak mendapatkan protes dari pihak Gereja Ortodoks. Hanya saja,
persoalannya terletak pada penetapannya sebagai dogma.
Pada 8 Desember 1854, Paus Pius IX
mengeluarkan dogma Maria Dikandung Tanpa Noda dan menyatakan “…bahwa Perawan
Tersuci Maria, sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat luar biasa dan
pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia,
telah dibebaskan dari segala noda dosa asal”[13]
Pada tahun 1950, Paus Pius XII
mengeluarkan dogma Maria Diangkat ke Surga. Dalam ajaran dogmatis itu, ia
menyatakan “Merupakan puncak kemuliaannya, maria dibebaskan dari kehancuran
di dalam makam dan seperti Putranya sebelum dia, mengalahkan kematian dan
diangkat kepada kemuliaan surgawi dengan tubuh dan jiwanya”[14]
4.3. Maria
dan Gereja
Hubungan Maria dan Gereja sangat
dekat. Sejak kematian Yesus di salib, Maria mulai tinggal bersama para Murid.
Maria tinggal dan bergulat bersama dengan jemaat Gereja Perdana. Lewat sejarah
perkembangan ini, kita dapat melihat betapa dekat hubungan Maria dengan Gereja.
Dapat disimpulkan, Maria senantiasa mendampingi Gereja dan juga
perkembangannya. Pribadi Maria yang menjadi teladan hidup beriman seakan
memiliki ikatan batin dengan umat Katolik. Setidaknya, dua dogma yang dibahas
sebelum ini adalah bukti bagaimana relasi dengan Maria senantiasa mengembangkan
iman umat.
Konsili Vatikan II dalam Konstitusi
Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) merefleksikan Maria secara khusus dalam
bab delapan. Dalam Lumen Gentium artikel 63-65, Maria disebut sebagai keutamaan
Maria adalah pola Gereja. Gereja adalah Ibu bagi umat Katolik. Dalam Gereja
Katolik, umat dilahirkan kembali dalam baptis, mendengarkan sabda Allah dan
dengan bantuan Roh Kudus, mau bekerjasama dengan Allah. “adapun Gereja
sendiri – dengan merenungkan kesucian Santa Perawan yang penuh rrahasia serta
meneladan cinta kasihnya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dengan patuh,
dengan menerima sabda Allah dengan setia pula – menjadi ibu juga”.(LG art 64)
4.4.
Kebaktian Kepada Maria
Dalam hubungan Maria dan Gereja,
kita dapat menyimpulkan bahwa Maria dapat dijadikan sebagai lambang Gereja dan
teladan umat beriman. Sebagai lambang Gereja maksudnya adalah bahwa seperti
Maria melahirkan Yesus, Gereja juga melahirkan para umat beriman. Sebagai
teladan maksudnya dalah bahwa Maria adalah pribadi yang menanggapi sabda Allah
secara positif. Maria menerima Sang Sabda dalam rahimnya. Oleh karena itu,
Maria sering disebut sebagai orang Kristen pertama.
Atas kenyataan dan refleksi inilah,
kebaktian terhadap Maria dalam Gereja Katolik tumbuh dan berkembang. Model dan
gaya penghormatannya pun beraneka ragam. Kebaktian terhadap Bunda Maria
merupakan suatu yang baik. Lewat Maria, umat merasakan Allah begitu dekat.
Peran Maria memungkinkan setiap orang beriman untuk merasakan kebesaran dan
kedekatan Allah dengan manusia.
Namun, perlu disadari pula, bahwa
posisi Maria tidak bisa menggantikan kedudukan Allah. Lumen Gentium art 66
menyatakan bahwa “berkat rahmat Allah maria diangkat di bawah Puteranya, di
atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersucim yang hadir
pada misteri-misteri Kristus”. Artikel ini menunjukkan bahwa kedudukan Maria
tetap di bawah Yesus Kristus.
Lalu, bagaimana dengan Kebaktian
terhadap Maria itu sendiri dan apa maknanya bagi umat? Maria menjadi perantara
umat beriman kepada Allah. Lewat Maria, dia secara terus menerus memperolehkan
bagi setiap umat beriman karunia-karunia yang menghantar kepada keselamatan
kekal.
“Hendaklah
segenap Umat Kristiani sepenuh hati menyampaikan doa-permohonan kepada Bunda
Allah dan Bunda umat manusia, supaya dia, yang dengan doa-doanya menyertai
Gereja pada awal-mula, sekarang pun di sorga – dalam kemuliaannya melampaui
semua para suci dan para malaikat, dalam persekutuan para kudus – menjadi
pengantara pada Puteranya” Lumen Gentium, art 69
Dengan demikian, kebaktian kepada
Maria merupakan suatu jalan yang bisa menghantar setiap umat beriman pada
keselamatan kekal. Maria memang tidak bisa menggantikan kedudukan Allah. Namun,
hal ini tidak berarti bahwa doa yang disampaikan kepadanya tidak bisa
menghantarkan umat beriman pada keselamatan. Peran Maria adalah memohonkan dan
memperolehkan rahmat keselamatan bagi manusia itu kepada Allah.
5. Kesimpulan dan Sikap
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, kita
dapat menemukan bahwa antara Gereja Protestan, Ortodoks dan Katolik sama-sama
mengakui adanya pribadi Maria. Ketiga Gereja ini mengakui bahwa Maria adalah
ibu dari Tuhan Yesus. Namun, ketiga Gereja ini memiliki pandangan yang berbeda.
Protestan mengakui peran Maria
sebagai ibu Yesus. Tapi, mengapa tidak ada penghormatan atau kebaktian khusus
kepadanya? Protestan tidak mengakui adanya pengantara doa lain selain Yesus
Kristus. Iman Protestan hanya mengakui bahwa Yesus adalah satu-satunya
perantara keselamatan Allah dengan manusia. Oleh karena itu, Protestan tidak
memiliki praktek kebaktian khusus kepada Bunda Maria.
Ortodoks tidak jauh berbeda dari
Katolik. Sejak konsili ekumenis Efesus, Ortodoks mengakui peran Maria dalam
rencana keselamatan Allah. Namun, pribadi Maria mendapat perhatian yang lebih.
Penghormatan kepada Maria tetap dilakukan tetapi tidak populer seperti
penghormatan Maria oleh umat Katolik. Ortodoks juga tidak menyetujui dua dogma
terakhir tentang Maria, Maria Dikandung Tanpa Noda dan Maria Diangkat ke Surga.
Mereka punya iman yang sama tetapi menolak bahwa iman ini dijadikan dogma.
Katolik menempatkan Maria secara
lebih istimewa. Gereja mengakui peran istimewa Maria dalam rencana keselamatan
Allah. Gereja juga merefleksikan dan meneladan pribadi Maria. Maria berada di
posisi antara manusia dan Allah. Lewat Maria, umat Katolik memohonkan karunia
keselamatan dan merasakan kedekatan dengan Allah. Oleh karena itu, praktek
kebaktian terhadap Maria tumbuh dan berkembang di kalangan umat Katolik.
5.2. Sikap
dalam Berdialog
Berhadapan dengan perbedaan ini,
kita tidak bisa menyatakan siapa yang benar dan siapa yang salah. Benar dan
salah tidak bisa ditentukan berdasarkan sudut pandang subyek saja. Bagi saya,
dalam hal dialog iman seperti ini, suatu praktek keagamaan dinyatakan benar
atau salah didasarkan dari dasar iman orang tersebut. untuk itu, ketika saya
mengerjakan paper ini, saya merefleksikan ada beberapa sikap yang penting dan
perlu diperhatikan.
- Kesadaran Diri
Kesadaran diri merupakan aspek internal dari setiap pribadi.
Setiap pribadi perlu mengakui dan menyadari adanya suatu perbedaan. Protestan
tidak memiliki praktek khusus kebaktian terhadap Bunda Maria. Tentu saja hal
ini berbeda dengan Katolik yang punya beberapa macam praktek kebaktian iman
kepada Maria.
- Pemahaman yang utuh
Pemahaman yang utuh ini meliputi dua aspek. Pertama adalah
paham secara utuh iman sendiri. Kedua adalah paham secara utuh iman umat lain. Aspek
intelektualitas ini perlu ditanamkan untuk menghindari adanya suatu
kesalahpahaman. Hal yang dihindari adalah “main hakim sendiri” atas perbedaan
praktek keagamaan yang berbeda. Menurut iman Katolik saya pribadi Maria adalah
sosok yang penuh inspirasi dan patut dihormati. Namun, karena saya tidak
mengerti dasar iman umat Protestan dan Ortodoks lalu saya membuat keputusan
bahwa Protestan dan Ortodoks adalah agama yang tidak menghargai Maria.
- Keterbukaan untuk mau berkomunikasi
Keterbukaan untuk mau berkomunikasi adalah aspek yang
penting. Berhadapan dengan perbedaan, sikap mau bertanya dan mencari tahu
sangatlah penting untuk menemukan dasar perbedaan. Dalam membuat paper ini,
saya juga bertanya dengan teman-teman saya yang beragama Protestan. Hal ini
saya lakukan sebagai suatu bentuk pencarian data konkret dari artikel atau buku
yang membahas tentang Maria.
- Saling mengerti – saling memahami
Selanjutnya, sikap saling mengerti dan memahami diperlukan.
Saya mengerti dan paham iman Katolik tentang Maria. Namun, saya juga mau
mengerti dan memahami perbedaan yang terjadi antara Katolik, Protestan dan
Ortodoks. Tidak perlu adanya suatu paksaan bagi umat beragama lainnya.
- Toleransi: percaya, pandai dan peduli
Pada akhirnya, toleransi beragama adalah muara integratif
antara iman dan intelektualitas umat beriman. Toleransi berbeda dengan sikap cuek
terhadap agama lain dan tidak mau tahu apa dasar iman yang membuat
perbedaan ini. Saya menyakini bahwa ketika keseimbangan iman dan
intelektualitas seseorang baik, sikap toleransi pun secara otomatis muncul.
Percaya dan berpegang teguh dengan imannya, pandai untuk menggali dasar iman
agama sendiri dan agama lain serta peduli dengan umat beragama lain.
Tanggapan
Pribadi
Secara khusus, saya bersyukur atas segala
pengetahuan yang diberikan dalam mata kuliah ini. Dan, secara khusus, selama
mengerjakan paper Ujian Akhir Semester ini. Awalnya saya mengalami kesulitan
karena topik Maria adalah topik yang luas untuk dibahas. Namun, selama masa
pengerjaan ini, saya mensyukuri bahwa saya semakin diajak untuk mengenal pandangan
agama saya tentang Maria. Selain itu, saya diajak untuk mengerti adanya
perbedaan dengan Gereja Protestan dan Gereja Ortodoks. Selama ini, saya hanya
tahu ada perbedaan tetapi tidak mau menggali lebih jauh lagi. Bersama dengan
pembuatan paper ini, saya pun memberanikan diri bertanya dan menggali dari
teman-teman saya yang beragama Prostestan. Sekali lagi, terima kasih kepada
dosen yang secara tidak langsung telah menggerakkan saya untuk mau berdialog
dengan umat beragama lain.

Daftar Pustaka
Bouyer, Louis. The Word, Church and Sacrament. London: Geoffrey
Chapman. 1961
Hardawiyana, R. Dokumen Konsili Vatikan II: Konstitusi Dogmatis
tentang Gereja (Lumen Gentium).
Jakarta: Obor. 1993
Hardon, John A.
Christianity in Conflict. Maryland: The Newman Press. 1959
Irarrazabal, Diego, Susan Ross and Maria-Theres Wacker. The Many
Faces of Mary. London: SCM Press. 2008
McBride, O.Praem, Alfred. Pendalaman Iman Katolik Jilid 2.
Jakarta: Obor. 2008
Pomazansky, Father Michael. Orthodox Dogmatic Theology. California:
St. Herman of Alaska brotherhood. 1997
Stravinkas, Peter M.J. The Catholic Answer Book of Mary.
Indiana: Our Sunday Visitor. 2000
Sumber Internet
Pelopor Protestantisme Tentang Bunda Maria, http://perawanmaria.wordpress.com/2011/10/06/pelopor-protestanisme-tentang-bunda-maria/ diunduh pada hari Kamis 24 Mei 2012 pada pkl
22.35
Konsili Efesus, http://www.imankatolik.or.id/efe.html
diunduh pada hari kamis 24 Mei 2012 pada pkl 22.30
[1] Lih.
Peter M.J. Stravinkas, The Catholic Answer Book of Mary, Indiana: Our
Sunday Visitor, 2000. hlm. 88
[2] Bdk.
John A. Hardon, Christianity in Conflict, Maryland: The Newman Press,
1959. hlm. 257
[3] Ibid.
hlm 257—258
[4] Lih. Pelopor
Protestantisme Tentang Maria, http://perawanmaria.wordpress.com/2011/10/06/pelopor-protestanisme-tentang-bunda-maria/,
Martin Luther tentang Penghormatan Kepada Maria, diunduh pada hari kamis 24 Mei
2012 pkl 22.35
[5] Ibid.
artikel John Calvin tentang Penghormatan Kepada Maria
[6] Ibid.
artikel Ulrich Zwingli tentang Maria Bunda Allah
[7] Lih. Diego Irarrazabal, Susan Ross and Maria-Theres
Wacker. The Many Faces of Mary. London: SCM Press. 2008. hlm 58
[8] Ibid.
Diego Irarrazabal, Susan Ross and Maria-Theres Wacker, hlm. 60—61
[9] Lih. Konsili
Efesus, diunduh dari http://www.imankatolik.or.id/efe.html
pada hari kamis 24 mei 2012 pkl 22.30 WIB
[10] Lih. Father Michael Pomazansky, Orthodox Dogmatic
Theology, California: St. Herman of Alaska brotherhood, 1997. hlm. 188
[11] Ibid.
Father Michael Pomazansky. Hlm 190
[12] Ibid.
Father Michael Pomazansky. Hlm 191
[13] Lih.
Alfred McBride, Pendalaman Iman Katolik Jilid 2, Jakarta: Obor, 2008.
hlm 116
[14] Ibid,
Alfred McBride, hlm 117
BERAPA jumlah BENDEL buku buku yang ada didalam BIBLE ?
BalasHapusJawaban tepat atas pertanyaan ini tergantung pada yang satu menganggap Alkitab.
BIBLE YAHUDI : Tradisional 24 buku, dibagi menjadi Taurat (lima buku), Nabi (delapan buku), dan Tulisan-tulisan (sebelas buku). (Total 24 buku)
Alkitab Kristen dibagi menjadi dua bagian, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
BIBLE KATOLIK Roma: 73 buku. Katolik Roma Perjanjian Lama mengikuti Perjanjian Lama kuno Kristen yang disebut Septuaginta, yang mencakup semua buku sama dengan Alkitab Yahudi, ditambah tujuh lebih. Dengan demikian, Katolik Roma Perjanjian Lama memiliki 46 buku. Katolik Roma Baru Perjanjian berisi 27 kitab Perjanjian Baru sama seperti Protestan. (Total 73 buku )
..
BIBLE PROTESTAN Perjanjian Lama memiliki buku yang sama dengan Alkitab Yahudi, tetapi nomor dan disusun berbeda, untuk menghasilkan 39 kitab Perjanjian Lama. Perjanjian Baru mengandung 27 kitab. (Total 66 buku)
BIBLE YUNANI / Ortodoks Timur Perjanjian Lama adalah sedikit lebih panjang dari Perjanjian Lama Katolik Roma. Perjanjian Lama Suryani sering memiliki tambahan materi dalam lampiran. Ortodoks Yunani dan Perjanjian Baru Syria memiliki 27 kitab yang sama seperti Katolik Roma dan Perjanjian Baru Protestan. (Total 78 buku)
BIBLE ETHIOPIA Ortodoks Perjanjian Lama adalah yang terpanjang di setiap cabang agama Kristen. Ortodoks Ethiopia "Canon Sempit" memiliki 27 kitab Perjanjian Baru yang sama sebagai cabang lain dari agama Kristen, tetapi Ortodoks Ethiopia "Canon luas" termasuk buku beberapa tambahan. (Total 81 buku)
BIBLE MORMON / Gereja OSZA Meski telah dikanonisasi edisi 1769 dari Alkitab BIBLE King James, Joseph Smith Jr mengatakan bahwa Kidung Agung tidak terinspirasi, dan dianggap Apokrif. Komunitas Kristus sebuah cabang dari Hari Suci Zaman gereja, telah dikanonisasi Terjemahan Joseph Smith (JST) dan telah dikeluarkan Kidung Agung / Songs. (Total 65 buku)
More than 50 versions ( defferent number of books inside ) of the Bible in English alone (http://www.bible.ca/b-many-versions.htm ) and more than 1000 languages and dialect ( translations ) of the Bible world wide, Ada lebih dari 50 VERSI bible dalam bahasa inggris saja ( berbeda isi dan jumlah buku buku didalamnya ) dan diterjemahkan lebih dari 1000 macam bahasa serta dialek diseluruh dunia ( TERJEMAH )
X` (http://www.users.ms11.net/~dejnarde/english_bible_translation.htm )
http://wiki.answers.com/Q/How_many_books_are_there_in_the_Bible
Miryam/Maria, damai atasnya, adalah seorang wanita muda Yahudi yang karena pilihan Tuhan menjadi ibu bagi Mesias yang dijanjikan bagi Israel dan yang telah dinubuatkan para nabi. Mesias itu tidak lain dan tidak bukan adalah Yeshua haMashiach/ Yesus Kristus. Tanpa bermaksud menyangkali keilahianNya sebagai Anak Tuhan, jika dihubungkan dengan Miryam, maka Miryam hanya ibu Mesias, namun beliau mengandung tidak dikarenakan hasil hubungan dengan seorang laki laki,melainkan oleh karena Ruach haKodesh/ Roh Kudus yang turun atasnya. Sekarang ini beliau tengah menikmati kebahagiaan di Surga sebagai upah atas iman dan perbuatannya yang selaras kehendak Tuhan juga menantikan kebangkitan badan di akhir jaman nanti. Bagaimana mungkin kita dapat memberikan penghormatan kepadanya sementara dia tidak ada bersama sama dengan kita?
BalasHapusTiada layak kita memohon pertolongan pada sesama makhluk ciptaan, kepada Miryam sekalipun. Pertolongan kita datang dalam nama Yeshua haMashiach yang telah menjanjikannya, jika kita juga turut tinggal dalam FirmanNya yaitu Torah.
Hapussaya sangat tertarik untuk membaca dan mendalami isi journal ini. terima kasih.
BalasHapus